Senin, 25 Oktober 2010

TRUST ME, I'M LYING

Aku jujur,aku berbohong. Aku berbohong, tapi aku jujur. Yang mana yang bisa dipercaya...? Kejujuran atau kebohongan?

Dalam kasus ini, kejujuran itu adalah kebohongannya, akan tetapi kebohongannya menjadi sebuah kejujuran besar. Ketika manusia mengakui sebuah kebohongannya, maka saat itulah dia telah menafsirkan sebuah kejujuran yang luar biasa. Kemudian maaf menjadi pahlawannya.

Setiap kebohongan selalu dibarengi oleh kejujuran hati. Setiap kata yang terucap dan berbau kebohongan, di saat itulah hati mengakuinya bahwa inilah sebuah kebohongan dan dia telah jujur pada sang empunya ruh.

Percayalah, aku sedang berbohong....! Aku mengurai semua kepalsuan agar terlihat asli di hadapanmu, kemudian senyawa-senyawaku bergulat, menumpuk ribuan titik di dalamnya, membentuk garis yang merumuskan satu teori, kebohongan adalah kejujuranku.

Aku telah banyak berbohong, mengumbar kata-kata salah, tak sejalan dengan persepsi batinku, merajut mimpi yang menurutku masih bias, bahasaku adalah bahasa kebohongan, tapi aku jujur tengah berbohong kepadamu.

Masih ambigu? Katakan ini pada orang-orang terdekat dan terjauhmu! Sebuah kejujuran bukan hanya melulu kepolosan, tapi semurni sebuah pengakuan, pengakuan tentang apapun yang sebenarnya, termasuk kebohongan.

Ketika kau membahasakan satu kata yang tak aku mengerti kemudian aku mengiyakan, setelahnya aku mengatakan padamu, "Aku berpura-pura mengerti perkataanmu", itulah kejujuranku.

Mendung sempat membohongiku ketika dia menampakkan kegelapan di pandanganku, saat itu aku menanti titik-titik air mengeroyok alam dan sekujur tubuhku, tapi kekecewaan aku telan baik-baik, karena hawanya pun tak terasa. Kemudian setelahnya, dia membahasakan dengan abstrak kepadaku, dia telah berbohong, tak ada hujan di mendung saat itu, itulah kejujurannya, dan aku salut pada pengakuannya.

Semua memiliki pertanda, namun alamat sebenarnya akan kau temukan ketika kau menjumpai kenyataan itu terparkir di halaman rumahmu untuk kau persilahkan masuk bertamu dan menyajikannya hidangan teristimewa.

Percayalah, aku berbohong kepadamu, karena hanya sebatas itulah kejujuranku.

Makassar, 25 Oktober 2010

Minggu, 24 Oktober 2010

CATATAN MIMPI

Bukan perpisahan yang melemahkanku, tapi kenyataan yang harus membohongi asaku untuk kesekian kalinya. Catatan ini aku buka dengan pintu di mana namamu sudah menjadi kuncinya. Dulu, ketika asaku terhadapmu masih ada, sekarang ketika asaku terhadapmu masih terpampang, sekarang dan nanti, ketika asaku terhadapmu masih ada dan tak akan pernah aku ganggu gugat lagi.

Kemunafikan harus dilumat oleh persepsi batinku yang masih merasakan kau mempengaruhi hidupku, entah itu melemahkan atau justru menguatkan. Ada satu hal yang membuatku merasa lebih hidup, yakni ketika aku berhasil mentransfer semua kekayaan hatiku padamu, bahkan sampai kau menganggap itu masih terlalu miskin bagimu.

Catatan-catatan yang tak pernah aku habiskan. Tersimpan begitu rapi dalam buku yang kurangkai begitu lama. Aku tak membutuhkan waktu lama untuk mengatakan aku mencintaimu, karena sekarang, besok, atau sampai hari-hari setelahnya, keadaannya akan tetap sama.

Terlalu sempit bila menerjemahkanmu ke dalam bahasa yang bisa ku pahami, bagiku kau sangat luas, seluas keterbatasan pandanganku. Terbukti, sekarang aku tengah menertawai kesedihanku sendiri. Bukankah itu tidak penting bagimu?

Aku tak mau menyebutkan namamu. Bagiku, namamu terlalu mudah untuk disebutkan, dan aku tak mau mengumbar kemudahan itu, biarlah itu menjadi sarapan pagi ribuan kesulitan. Sekarang, kau sudah menunjukkan pelabuhanmu padaku, aku merestui itu.


Pelabuhan itu adalah tempat yang sering aku kunjungi. Dia yang akan mengantarkanmu sampai ke rumah. Tempat berpulang yang aku yakini hanya dia yang pantas menjadi tamu mu.

Catatan ini memang untukmu, untuk hari-hari yang semoga kau lupakan, dan bisa aku letakkan rapi di memoriku. Tak akan pernah aku sampaikan padamu, karena itu tidak ada faedahnya sama sekali untukmu, aku benci memberimu sesuatu yang tidak berguna.

Kau penting, kau kebutuhan, tapi aku sudah kenyang menyantap pemberian tak terbalasku. Itu yang aku harapkan, setidaknya aku telah belajar mencintaimu tanpa alasan, tanpa tujuan, tanpa penjelasan, hanya dengan izin Tuhan, sebatas itulah aku mencintaimu.

Berbahagialah dengan pelabuhan yang kau tuju. Sudah cukup manis pertemuan kita selama ini, aku mempunyai tempat yang jauh lebih luas daripada dunia untuk meluluhkanmu, dialah mimpi-mimpiku. Di sanalah kau tidak bisa menolakku, meski dengan semua dayamu. Kau hal yang sangat penting dalam hidupku, sekarang alurku berubah karenamu, dan aku berbahagia telah menemukan kepedihan ternikmat dalam jejakku bersamamu, hati yang tak pernah bisa aku taklukkan.
Makassar, 24 Oktober 2010

Chat Room Bloofers