Senin, 28 Februari 2011

SUDAH? MASIH......

Selamat.........selamat apa saja. Yang penting dirimu selamat. Sudah lama, masih belum lama. Sudah basi, masih cukup segar. Sudah binal, masih cukup ramah. Sudah diam, masih cukup ribut. Sudah garang, masih cukup tenang. Sudah keluar, masih bersembunyi. Sudah menyerah, masih berjuang. Sudah sampai mana? Masih di awal, bahkan ke luar jalur. Sudah makan? masih kenyang. Sudahlah..............................

Sudah karam, masih mengapung, sudah nyata, masih abstrak, sudahlah....lanjutkan!
baiklah....

Sudah geram? masih sabar, sudah kabur? masih bertahan. Sudah menarik? masih datar. Datar itu sulit untuk diindahkan,tapi terlalu indah untuk sekedar didatarkan. Sudah apalagi?

Masih banyak sudah, masih banyak "masih". Untuk apa menyudahi kalau masih memiliki "masih"? Itu memaksakan kehendak batin, jangan sampai konflik megah itu terjadi, konflik antara raga dan jiwamu.

Sudah berakhir, masih ada waktu. Tinggal sedetik, sedetik itu pun waktu. Ketika raga memutuskan bahwa semuanya sudah, telah, mungkin berkahir, batin justru memberontak bahwa masih, masih bisa, masih mampu, masih, masih belum selesai, ini bukan akhir, vakum bukan berhenti selesai.

Sudah menemukanku? masih mencari, karena kau akan terus mencari sampai menemukan apa yang kau ingin temukan. Ini hanya tulisan semrawut, tulisan sederhana antara sudah dan masih. Ketika lidahmu mengatakan sudah, semoga kata batin masih berujar "masih". Masih ada waktu, masih bia berdiri, masih mengalami proses, semuanya masih, jadi tidak ada alasan untuk mengkahiri.

Sudah pasti? Masih sebatas kemungkinan. Bukan sebuah ketidakpastian atau kesesatan, tapi semua masih mungkin untuk berubah, untuk mengawali kembali, untuk merajut kembali, menyambung ikatan yang putus, melayarkan diri setelah menepi, merogoh setelah menyipannya, mengurai setelah menyusunnya, menggali kembali setelah memendamnya, meliuk-liuk di air, seperti ikan yang menerjang mata kail di permukaan, menyisakan tanda koma untuk sebuah kemungkinan bahwa masih akan berlanjut.

Sudah lelah? Masih akan berlanjut, hanya butuh rehat sejenak.

Kamis, 24 Februari 2011

SIMBIOSIS (WE ARE THE FANS)

A : Dia
F : Saya

A :Mungkin kita harus bersua
F :Wah...saya merasa terhormat mendapat undangan dari abang
Semoga saya sempat dan tidak malu ketemu abang
A :Harusnya saya yang malu
F :Bagaimana bisa, bang? saya ini penggemar abang
A :Saya juga menggemari Anda
F :Hahahaha...saya tidak punya sesuatu untuk dikagumi.
A :Mari kita saling mengagumi. Batu saja menarik,apalagi manusia

Oh ya.....? Kita menarik? sama-sama menarik seperti dua kutub magnet saja. Manusia itu unik, semua kalangan, semua jenis, dan semua manusia. Mereka saling mencukupkan, kelengkapan itulah bekal rahasia Tuhan yang kita abaikan. Semusim berdiri di bawah pohon besar belum tentu melelahkan andai saja di pohon itu banyak buah, andai saja pohon itu ditanamnya sendiri, andai saja pohon itulah obsesi keduniaannya.

Semua berhak menginginkan, semua berhak membutuhkan. Tidak ada yang awam, semuanya sama,tidak ada raja dan rakyat, semua mencari kehidupan. Bila aku mengagumimu, aku bahkan tidak tahu bahwa Tuhan merencanakan suatu saat nanti kau akan mengagumiku pula.

Simbiosis yang belum aku ketahui. Kitalah penggemar satu sama lain, andai saja kita memandang manusia tidak dari wajahnya, mungkin pertama dari punggungnya kemudian berlanjut ke kakinya, terakhir di kepalanya. Siapa tahu akan ada kejutan melebihi ekspektasi subyektifitas kita.

"Semua manusia menarik. Jangankan manusia, batu saja menarik", begitu katanya.

Terinspirasi dari chatting bersama bang Asdar Muis, seniman, sastrawan, budayawan, penulis esai, dan masih banyak lagi kemampuan yang dia punya, teramsuk low profilenya.....

makasih bang

Mari saling mengagumi membentuk ikatan simbiosis rahasia yang alamiah. Kitalah penggemar itu.

Selasa, 22 Februari 2011

TIDAK PENTING

TAKE

A

REST


Istirahat bukan karena lelah, tapi karena sudah tidak ada yang peduli lagi padanya....
Jika dia pergi, barulah orang-orang yang merasa dirinya penting berbondong-bondong menceritakan kebaikannya, padahal selama ini semua itu kaku di lidah.

Kemudian isak tangis palsu mendesir di pelupuk mata mereka.
"Dia sangat baik, saya menyesal tak sempat berterima kasih padanya." Tutur si munafik di depan kamera.

Padahal, dia tak menginginkan itu, penghargaan bukanlah tujuan, apalagi mata pencaharian, baginya istirahat bukan karena lelah, tapi karena sudah tak ada lagi yang peduli padanya, bukannya mengharapkan penghargaan, tapi sudah saatnya dia pergi untuk melengkapkan kenyataan bahwa di sini dia sudah tidak dibutuhkan lagi.

Begitulah kehidupannya, hidup nomaden berdasarkan kadar kebutuhan lingkungan padanya, ketika kebutuhan itu tercukupi, maka lingkungan baru menantinya menyebar manfaat.

"Saya tak punya apa-apa selain sedikit manfaat yang bisa saya bagikan. Ketika manfaat itu habis, saya akan berdoa pada Tuhan agar memanggil saya, karena saya tidak sanggup hidup tanpa manfaat." Begitu katanya.

KETIKA KAU MELAKUKAN SESUATU UNTUK ORANG LAIN, LANTAS ORANG ITU TIDAK BEREAKSI APA-APA SEOLAH KAU BARU SAJA TIDAK MELAKUKAN APA-APA, MAKA KETAHUILAH, MANFAAT ITU AKAN TERASA KETIKA KEBUTUHAN DATANG MENDADAK SEMENTARA KETERSEDIAAN SUDAH HABIS.

Senin, 21 Februari 2011

MASIH RINDU PART IV (The Real End of The Missing)

INI ADALAH HALAMAN TERAKHIR UNTUKMU.

Perlu melewatkan beberapa halaman untuk merefleksikan diriku sebagai seorang perindu. Sudah tiga kali aku menganalogikanmu dan kau tak pernah mengerti bahwa kerinduanku itu penuh. Perlahan, semuanya menyusut, mengurangkan massa jenisnya, kemudian tinggallah tetetsan yang hanya memicingkan mata.

Pada halaman inilah akan kusebutkan namamu, setidaknya aku bisa menahan rahasianya hingga tulisan ini betul-betul berakhir. Banyak yang menolakku untuk menuliskan ini, aku hanya ingin mengakhirinya. Banyak suara yang menyebutku terlalu cengeng, terlalu puitis, terlalu mengada-ada, aku tak peduli pada teori-teori itu, entah mereka menikmatinya, atau justru menertawaiku.

Akulah penikmat ludahmu, aku jugalah air selokan itu, dan usaha rindu terakhirku adalah menjadi oksigen setelah menampung semua karbondiokasidamu. Sesederhana itu aku menganalogikan rinduku. Terkadang analogi perlu untuk mengungkapkan hal yang sulit dilugaskan, itulah aku, dan pada posisi itulah dirimu.

Aku menyudahi ini untuk merumuskan satu kalimat lagi, entah ini terakhir, tapi aku berencana untuk menghapus semua kemungkinan keberadaanmu di halaman rumahku.

Sesungguhnya bila kau menanyakan apa yang membutaku jatuh cinta padamu adalah ketidaksiapanku pada takdir bahwa kaulah takdir yang kuinginkan. Kemudian jika kau kembali mempertanyakan kecintaanku padamu di sela-sela basa-basimu, aku hanya bisa menjawab bahwa apa yang menjadi takdir akan aku jalankan sampai Tuhan tak mengizinkannya lagi. Kemudian sekarang kau tengah berbahagia dan semoga terus berbahagia, hadir untuk mengusir penasaranmu bertanya pada diriku yang masih entah, apakah aku masih menyimpan kecintaan itu padamu, maka sejujurnya aku menjawab, aku akan selalu jujur pada takdir itu, takdir yang menggariskanmu menjadi takdirku, kalaupun suatu saat nanti aku berbohong, sebenarnya kebohongan itu adalah kebohongan bahwa aku memebenci takdirku, yakni dirimu.

Dan....ketika kau menanyakan padaku, apakah aku masih menyimpan kerinduan padamu, maaf aku harus menyudahinya sampai saat ini, karena kerinduan itu sudah berakhir, kerinduan itu sudah habis, tak bersisa, tanpa jarak, bukannya mengubur sosokmu, tapi menyimpanmu dalam sebuah sejarah terindahku.


Untuk "SILVIANA LARASATI"

By Gandi Firmnasyah

(prosa fiksi)

Sabtu, 19 Februari 2011

"HALO JACK....!"

Halo Jack....! Apa kabar loe? Tenang, gue gak basa-basi negur loe terus nanyain kabar loe. Gue tulus kok pengen tau kabar loe. Soalnya gini, Jack, banyak orang di luar sana yang katanya anak gaul, modern, terus gak saling nyapa kalo ketemu, kalopun ketemu dan saling nyapa, palingan cuma basa-basi doang. hahahahahahaha......

Jack, semalem lo malam mingguan di mana? Gue sih di rumah aja, nonton TV sampe gue ngerasa gak perlu lagi nonton TV, terus minum kopi sampe gue ngerasa gak perlu lagi minum kopi. Loe ke mana jack? Ah...gue tau, loe pasti lagi mikirin gimana caranya loe bisa tenang di tengah-tengah keributan kan? Gue tau loe Jack, loe itu orangnya meneliti perbedaan, loe mencintai kontras. Salut Gue.

Jack.....besok hari senin lagi, orang-orang bakal gak saling negur lagi, jangankan negur, Jack, tatap muka aja kalo berpapasan di jalan kagak. Jack, kenapa salam itu jadi basa-basi sekarang? Kenapa ucapan selamat pagi, permisi, halo, cuma jadi formalitas aksi sosialisai? Atau cuma melengkapi etika berkomunikasi, banyak di antara mereka yang sebenernya sama sekali gak peduli dengan kabar orang lain. Inilah akibatnya kalau bahasa itu cuma dikenali, gak diresapi. Komunikasi udah diformat sedetail mungkin, jadinya nanyain kabar orang itu buat mereka sebuah keharusan, bukan ketulusan, Jack.

Jack.....udah dulu, ya, gue mesti nyapa orang lain, kali aja di antara mereka ada yang ngejawab gini, "Sorry gue gak kenal loe, ngapain gue peduli sama loe"? Itu lebih jujur, Jack, daripada sok ngucapin "Halo, apa kabar?" tapi cuma mau nawarin asuransi, atau mau ngajakin bisnis. Ah...payah....!!!

(Jack si bisu yang mengganti salamnya dengan sebuah senyuman)
Itu jauh lebih baik daripada masang muka datar karena pengen dibilang COOL....

HALO...APA KABAR? APAKAH KALIAN MASIH PUNYA KABAR?

Jumat, 18 Februari 2011

99,99%

Maaf, waktuku hanya sebentar, hanya beberapa menit untuk mencukupkanmu. Bagaimana bisa? Aku tak punya semua bahan-bahannya. Alat yang ku punya pun tidak lengkap. Sementara itu, kewajiban bagiku utnk mencukupkanmu.

Haruskah ku buat pesan tak berbentuk lagi? Aku lelah. Apakah aku juga mesti mengajarkanmu tentang linguistik diam? Atau psikolinguistik tentang bahasa yang susah diucapkan? Ini hanya sedikit abstrak.

Sebentar lagi, aku akan pergi, karena waktuku tinggal beberapa menit di sini, aku terus memandangi jarum jam di tanganku bergerak, pergerakannya menakutiku. Menakuti aku tentang keterlambatan, katanya terlambat itu gagal, dan tidak cukup adalah nol.

Maaf, aku tak punya apa-apa lagi untuk mencukupkanmu. Maafkan aku harus membentukmu dalam bentuk yang tidak sempurna, mungkin bentukmu timpang, sedikit tidak seimbang. Juga, jangan mengharapkan estetika, karena itu jauh dari kemampuanku.

Sebenarnya, apapun bentukmu, kau itu sudah cukup melanjutkan hidup, apapun perangkat yang kau miliki, entah itu lengkap atau justru kurang, hanya ada satu hakikat, kau masih bisa terdaftar dalam buku tamu bumi. Itulah yang mesti kau syukuri. Dan satu yang aku titipkan padamu sebelum aku pergi, ini adalah pesan dari Tuhan,bahwa setiap manusia diberikan waktu. Maka menurutku, itulah satu-satunya yang bisa kau maksimalkan untuk menyempurnakan bentukmu, oh maaf, maksudku mencukupkan bentukmu, agar semuanya cukup, agar kau merasa cukup, agar hidupmu cukup, dan agar waktumu cukup untuk memaksimalkan waktu.

Selamat Tinggal,
Ku tunggu kau di pusaraku.

Dari sahabat yang telah pergi menitipkan pesan tentang waktu.
Dari dia yang jujur menitipkan pesan untuk membohongi keadaan, semua bisa dimaksimalkan. Dan dia mengakhiri keberadaannya di hadapan dengan sebuah kalimat yang akan terus dikenang.

"Enough is my way to serve you"

(fiksi)

Rabu, 16 Februari 2011

PLANET BARU

Mohon maaf sebelumnya kepada Sang Maha Pencipta, juga kepada ahli antariksa. Saya akan memperkenalkan planet baru, entah tergabung dalam tata surya mana? Planet ini aneh, semi nyata juga semi abstrak. Sesuai kesepakatan, planet baru ini dinamakan internet.

Internet menawarkan pemenuhan kebutuhan yang sangat komplit. Banyak yang menyangka bahwa dunia maya bisa menjerumuskan manusia ke dalam lembah penuh imaji. Dunia yang katanya penuh dengan khayalan dan hal-ha absurd. Kecanggihannya menjadi bukti modernisasi kehidupan, bahkan telah berubah statusnya menjadi keharusan untuk mereka yang ingin berkembang. Internet juga adalah indikator status sosial seseorang. Banyak sekali kegunaan yang ditawarkan oleh internet, meskipun tingkat kriminalitas karena dunia maya sekarang ini semakin merajalela. Terlalu berlebihan bila internet itu dijadikan keharusan atau kebutuhan pokok.

Ketika internet menjadi sebuah pelarian. Inilah saya. Ada hal penting yang perlu dimengerti dan dipahami mengenai sebuaha arti kata "pelarian". Pelarian adalah tempat yang membuat kita ke sana ketika tempat kita pada saat tertentu sudah tidak nyaman lagi. Tapi, bagi saya pelarian adalah tempat di mana saya menjadi diri saya yang lain. Inilah internet dengan segala keunggulan, realis, dan surialisnya

Bisa saya sederhanakan saat ini. Internet menjadi gaya hidup saya dimulai dalam 3 tahun terakhir ini. Saya mulai tertarik dengan dunia maya, dunia yang membuat manusia tidak saling bertatap muka secara langsung, tempat di mana hanya ada layar yang berisi semua hal. Banyak orang yang beranggapan bahwa internet yang sudah menjadi kebutuhan pokok umat manusia modern sangat fatal akibatnya. Katanya, sosialisasi berkurang, daya kepekaan melemah, produktivitas kepepet, kemunafikan bertambah, kemudian menjadi sangat malas untuk mengakui dunia luar. Itu hanya sisi subyektif pakar yang menyebut dirinya pakar. Sebenarnya, internet menjadi ajang sosialisasi yang sangat menarik. Tingkat peluang kebohongan dalam berselancar di internet memang sangat tinggi, misalnya pemalsuan identitas, memposting berita-berita hoax, atau menyampaikan isu-isu berbasis SARA. Akan tetapi, kita tidak menyadari bahwa kejadian-kejadian seperti itu mengajarkan kita akan satu hal, bahwa kejernihan berpikir harus diimbangi kepekaan perasaan. Orang yang kritis, berpikir out of the box, kemudian kualitas perasaannya tinggi akan terhindar dari kriminalitas dunia maya. Sebenarnya, ini sama saja ketika kita bersosialisasi secara langsung.

Sekarang, melanjutkan pengantar di atas, bagi saya internet menjadi tempat pelarian saya ketika dunia nyata sudah tidak adil lagi. Inilah yang dimaksud dengan kekecewaan pada realita. Bukannya menentang ketentuan Tuhan, namun lebih ke refleksi diri, agar ketika kembali ke dunia nyata, banyak referensi baru yang bisa dibawa.
Saya mengklasifikasikan kebutuhan internet saya sebagai berikut:

1. Sebagai penyaluran hobi.

Saya sorang mahasiswa yang sangat menyukai dunia tulis menulis. Setiap hari kebutuhan itu harus dipenuhi. Internet menjadi media yang sangat ramah untuk saya. Memposting tulisan di blog, mempublikasikannya, kemudian membaca beberapa komentar dari teman-teman, dengan sendirinya saya telah belajar untuk membuat segala sesuatu menjadi lebih baik, mendengarkan saran orang lain, dan yang paling penting adalah kepuasan batin menulis dan berbagi.

2. Menunjukkan sisi lain

Saya senang menyembunyikan sebagian kepribadian saya. Jadi, kehidupan sehari-hari hanya membuka separuh diri saya, selebihnya saya tunjukkan di internet. Seperti dalam akun social network, tak banyak yang menyangka kalau saya pribadi yang cengeng, peka, kurang percaya diri, dan pemimpi yang hebat. Banyak teman-teman saya yang menilai saya berbeda ketika berada dalam lingkungan sosial dengan lingkungan maya. Begitu pula sebaliknya. Saya bisa mengenal sisi lain orang-orang di sekitar saya dengan membaca tulisan di blognya atau status-status di akun social network nya.

3. Menjadi tempat belajar.

Sebagai mahasiswa, kebutuhan akan informasi adalah sebuah keharusan, dengan tuntutan waktu yang singkat dan jadwal yang padat, internet ini sangat membantu saya mengerjakan tugas-tugas saya.

4. Sebagai bukti bahwa saya masih ada

Iya, sejujurnya, saya adalah orang yang kurang percaya diri dalam pergaulan, bahkan saya sering menyisihkan diri dari kehidupan sosial. Keseringan juga merasa tidak nyaman dengan diri sendiri, penyakit psikologis yang aneh, kemudian susah mencurahkan isi hati. Internet menjadi tempat saya menunjukkan kepada semua orang bahwa saya masih ada, masih hidup dengan tulisan-tulisan saya.

Inilah deretan kebutuhan hidup saya tentang internet. Saya tidak akan menggantungkan hidup saya pada internet, saya hanya ingin menyatakan bahwa internet adalah mediator handal dalam hal mengemukakan kata-kata yang kaku di mulut, juga wajah yang datar dalam keseharian sosial. Terkadang manusia membutuhkan tempat lain untuk mengekspresikan dirinya, meninggalkan sejenak kehidupan nyatanya, menuju dunia maya yang sebenarnya nyata. Terkadang manusia membutuhkan itu untuk menemukan kepercayaan dirinya, mengungkap kemampuan tersembunyinya, kemudian menggunakannya di kehidupan sosial yang kejam . Seperti itulah saya memandang internet sebagai salah satu gaya hidup juga salah satu tempat hidup di dunia yang berbeda, serta dunia yang penuh dengan kebebasan tanpa aturan-aturan yang memberatkan bahkan mengurung jati diri seperti yang terjadi dalam kehidupan nyata.

Sebagai dunia lain, bisa juga dijadikan planet lain selain bumi. Ketika Anda sudah jenuh dengan kehidupan nyata Anda, mengapa tidak internet menjadi dunia baru yang bisa menampung semua kekecewaan, pribadi baru, watak yang selama ini Anda sembunyikan? Bukannya bermaksud membuat topeng dalam kehidupan Anda, namun lebih menyegarkan pikiran dan perasaan Anda, bahwa selain dunia nyata ini, ada dunia yang bisa menentang semua kekakuan realita, itulah dunia maya. Selamat berselancar di dunia maya, selamat menemukan hal-hal baru, selamat menjadi orang-orang baru, agar ketika kembali ke dunia nyata, Anda seperti segar kembali dengan kekayaan apresiasi dan persepsi makna yang tinggi.

Tulisan ini diikutsertakan dalam kontes blog di www.bhinneka.com

Selasa, 15 Februari 2011

KALIMAT

Aku tak mau menilaimu seperti membaca kalimat lepas. Hanya membaca rentetan katanya sampai titik menghentikan bibir kemudian otak menjabarkan makna. Kemarin, aku menentang konsepnya ketika dia meminta definisi dari setiap istilah lazim yang aku utarakan. Bukankah ketika mendengar kata lazim dan semua orang mengetahui itu sudah cukup? Namun dia terus mendesakku, memintaku membentuk redaksi kata baru untuk menjabarkan maksud dari maksud yang sudah sama-sama kita ketahui. Katanya, ini perlu untuk menekankan kita pada satu kalimat yang bisa dijadikan patokan.

Saat itu, aku menolak. Bukannya aku tak tahu, tapi hanya menyia-nyiakan waktu bagiku memaparkan kembali hal yang sudah kita pahami dengan bahasa yang diformalkan. Sekali lagi,aku tak mau mendefinisikanmu seperti membaca kalimat lepas. Karena, setelah titik itu kutemukan, maka pada saat itu kita akan berpisah dengan makna yang terlalu sempit, mungkin terlalu referensial.

Ku ulangi lagi, aku tak mau membentukmu dengan konsep semantik. Terlalu sederhana, kaku, bahkan kolot. Bukannya aku menentang konsep kesederhanaan hidup, namun sederhana dalam hal ini adalah kemiskinan makna, terlalu denotatif. Mana mungkin aku mengenalmu hanya dengan bentuk wajah yang terekam di benak, struktur tubuh yang terlukis di kanvas jiwa, atau sesosok raga yang hanya bisa dicerna indera. Kemudian intuisi terabaikan.

Sebenarnya, definisi itu perlu, mungkin untuk merangkum, menyamakan persepsi, membenarkan makna. Namun pada saat tertentu, definisi itu menyempitkan. Seperti saat ini, ketika dia memintaku ,mendefiniskanmu, meminta redaksi kata yang bisa diilimiahkan tentangmu. Hahahahaha......sampai kapan dia memintaku membatasi pandanganku terhadapmu, sementara masih banyak titik yang belum aku raih dalam dirimu, tak mungkin aku membatasi titik-titik itu dalam jumlah tertentu, nalarku masih ambigu.

Aku tegaskan padanya, aku tak mau merangkummu dalam satu denotasi. Inilah pandangan pragmatisku terhadapmu, pandangan yang belajar tentang tanda, simbol, isyarat, di mana ke semuanya itu mewakilkan konsep tentangmu.

Dan, terakhir, aku menyimpulkan ini padanya.

Aku tak mau membacamu seperti membaca kalimat lepas yang akan berpisah pada pertemuan tanda titik. Aku ingin menganalisamu sebagai deretan huruf yang membentuk kata, deretan kata yang membentuk frase, deretan frase yang membentuk klausa, dan deretan klausa yang membentuk kalimat. Setelah tanda titik membatasi kalimat, maka kau akan kurangkai lagi menjadi beberapa kalimat, membentukmu serapi mungkin menjadi satu paragraf, kemudian menyusunmu sebisa mungkin menjadi rangkaian cerita indah. Begitulah aku. Karena aku tak mau sebatas mengenalmu, mengenal berarti menghafal, sementara aku ingin memahamimu.

Untuk hidup yang memiliki banyak tanda, untuk peristiwa yang diawali gejala, juga untuk akhir yang selalu bermula. Maka, semoga kita kaya memaknai segalanya.

Jumat, 11 Februari 2011

HIPNOTIS KESADARAN

Di Indonesia bahkan di dunia ini, sudah banyak gerakan peduli lingkungan. Gerakan-gerakan itu terlahir dari perseorangan, kelompok atau komunitas, bahkan institusi resmi yang menyatakan diri mereka sebagai pemerhati lingkungan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa keadaan bumi yang semakin gawat merupakan reaksi dari aksi sembrono manusia. Kepedulian terhadap lingkungan yang dirangkum dalam beberapa pergerakan, seperti gerakan Go Green atau penghijaun, pembudidayaan makhluk hidup lain, menggalakkan buang sampah pada tempatnya, dan beberapa regulasi lainnya dari pemerintah. Semua itu sudah dilakukan,namun hasilnya, bencana masih saja gemar menunjukkan tajinya di bumi, khususnya negeri kita tercinta ini. Ada apa? Apa yang salah dari gerakan-gerakan atas nama pemerhati lingkungan itu? Setelah mengamati beberapa fenomena dan realita yang terjadi, saya dapat menyimpulkan satu hal yang kurang dalam semua usaha-usaha kita selama ini. Semoga cerita fiksi sederhana di bawah ini mampu membuka semua indera kita untuk merespon satu hal yang kurang itu.

"Perkenalkan, nama saya Fadhli Amir. Saya seorang ahli hipnotis yang bisa membawa Anda ke alam bawah sadar, dan membuat Anda akrab padanya. Ini penting untuk membuat Anda lebih peka, lebih sehat dalam berpikir, dan cerdas mengambil sebuah keputusan. Pertama-tama, selamat datang di acara saya, Hipnotis Kesadaran."

"Hadirin sekalian, kenapa saya memberi nama Hipnotis Kesadaran? Ada hal mendasar yang perlu dicamkan baik-baik dalam pikiran kita. Kesadaran akan kewajiban, keharusan, kepentingan, dan hal-hal yang postif perlu dikembangbiakkan. Di antara semua penghuni bumi ini, manusia yang memiliki kesadaran sangatlah kurang. Minusnya kuantitas ini menimbulkan banyak masalah. Kriminalitas yang semakin populer, penyimpangan sosial, disfungsi perangkat alam, dan hal yang sangat penting juga adalah kerusakan lingkungan. Lingkungan adalah wadah manusia untuk beraktivitas, paru-paru manusia untuk bernafas, tentunya kita tidak bisa hidup dalam lingkungan yang tidak sehat. Sadar atau tidak sadar, sekarang ini kita tengah hidup dalam lingkungan yang sudah tidak sehat lagi. Lingkungan kita menderita penyakit akut yang bisa memusnahkan kelangsungan hidup manusia."


"Hadirin sekalian, bumi sudah bosan memperingatkan kita. Dia bahkan sudah bosan akrab dengan kita. Buktinya, bencana merajalela. Sementara itu, manusia sibuk menyalahkan pemerintah yang katanya kurang becus menata lingkungan. Lho.....! Bukankah salah satu hakikat penciptaan manusia adalah sebagai perawat alam? Kesadaran inilah yang sangat kurang. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengembalikan alam ke kondisi normal alias sehat. Namun itu hanya bisa mengikis sebagian kecil kerusakan saja, sementara kaum yang belum beraksi apa-apa untuk menyelamatkan alam masih eksis dengan apatismenya, bahkan semakin bertambah jumlahnya. Jadi, kita tidak bisa menampik bahwa kesadaran personal manusia masih kurang untuk peduli pada lingkungan, apalagi sayang pada alamnya."


"Maka dari itu, saya sebagai ahli hipnotis akan ikut berpartisipasi dalam menyelamatkan lingkungan kita, mungkin dengan cara yang berbeda sesuai dengan keahlian saya. Baik, adakah di antara hadirin sekalian yang bersedia naik ke panggung untuk saya hipnotis? Satu saja, ini sebagai langkah awal."
Sang ahli hipnotis memperhatikan sekeliling. Matanya sangat fokus menatap setiap tangan-tangan yang terangkat di antara kerumunan penonton. Matanya kemudian berhenti menggeliat, tatapannya terpaku pada satu sosok.

"Baik, anak muda yang memakai topi merah di ujung sana, silahkan naik. Tepuk tangan dulu untuk penonton yang satu ini." Riuh penonton menepukkan tangannya menyambut kedatangan seorang anak muda yang kira-kira berusia 17 tahun naik ke panggung.

Sang ahli hipnotis menyambut anak muda itu dengan jabatan tangan yang hangat. Senyum hangat juga terlihat jelas di wajahnya. "Namanya siapa?" tanya si ahli hipnotis. "Gugun." Jawab si anak muda dengan senyum yang segar. "Ok. Gugun, kamu masih sekolah?" Gugun dengan spontan menjawab, "Iya, mas, masih sekolah, tapi saya tidak tahu apakah besok saya masih pantas dikatakan pelajar atau tidak." Penonton terperangah, anak muda itu menyerukan sebuah curahan hati akan identitasnya. Si ahli hipnotis terdiam sejenak. Setelah menghela nafas dua kali, dia melanjutkan pekerjaannya. "Lho..kenapa bisa begitu? Kamu sering bolos,ya?" Tanya si ahli hipnotis dengan sedikit nada bercanda. Akan tetapi, Gugun sama sekali tidak menampakkan wajah keceriaan menyambut candaan ahli hipnotis itu. Keseriusan berkuadrat terlihat jelas di wajahnya. Si ahli hipnotis menjadi bingung, dia seperti menyesal mengungkapkan kalimat yang mungkin membuat Gugun tersinggung.

"Ok, begini, kenapa kamu meragukan identitas kamu sebagai pelajar, ada yang bisa kamu bagikan kepada saya dan penonton di sini?" Tanya Mr. Fadhli, kali ini sudah serius. "Sebelumnya, silahkan dudu dulu, biar enak ngobrolnya." Master Fadhli memotong kalimat Gugun sebelum sempat terucap, tangannya menggiring Gugun menuju kursi yang sudah di siapkan. Gugun menenangkan dirinya sambil memperbaiki posisi duduk. "Ya, Gugun bisa jelaskan mengapa Gugun merasa bukan seorang pelajar?" Ulang master Fadhli. "Saya gak bilang kalo saya ini bukan pelajar, mas, saya cuma ragu, apakah besok, lusa, seminggu kemudian, sebulan kemudian, setahun kemudian, dan waktu-waktu mendatang kalau saya masih hidup, apakah saya masih bisa belajar dengan baik, belajar dengan sehat, atau apakah saya masih bisa mencium tanah ketika mencetak gol dalam pertandingan sepakbola, apakah saya masih bisa kencing di pohon, apakah saya masih bisa mandi air hujan kalo pulang sekolah? Pertanyaan-pertanyaan itu yang mengganggu saya, mas. Saya bukan orang yang mencintai lingkungan, bahkan saya bisa dibilang perusak lingkungan. Gak tau udah berapa banyak sampah yang saya buang sembarangan, gak tau juga udah berapa banyak asap rokok yang saya keluarin dari mulut saya, lebih-lebih lagi asap motor saya yang ngepul tiap ugal-ugalan di jalanan. Tapi, saya khawatir, mas, kalo saya seperti ini terus, atau orang lain melakukan hal yang sama dengan, saya, bisa-bisa kiamat bakalan datang sebelum waktunya."

Para penonton tercengang dengan pengakuan Gugun, terlebih lagi Master Fadhli. Tidak ada yang menyangka, seorang anak muda dengan kebiasaan buruk, dengan tabiat khas kenakalan remaja, meragukan kelangsungan hidup manusia, karena khawatir bumi akan takluk di tangan manusia sendiri. Sebuah awang-awang yang sangat dewasa. "Wow, tepuk tangan dulu untuk relawan kita yang satu ini, luar biasa." Master Fadhli menginstruksikan penonton untuk memberi penghargaan pada anak muda itu.

"Luar biasa, seorang anak muda menyatakan sebuah pengakuan. Pengakuan ini penting untuk mengukur kesadaran kita. Ok gugun. Sekarang tarik nafas dalam-dalam kemudian hembuskan pelan-pelan."
Gugun mengikuti perintah Master Fadhli. "Tatap mata saya, tarik nafas, hembuskan, tarik nafas, dan tidur......!" Anak muda itu langsung menuju alam bawah sadarnya. Suasana semakin tegang. Para penonton seakan menjahit mulutnya, bahkan hela nafas mereka pun sangat hati-hati.

"Baiklah, untuk orang yang saya sentuh, dengarkan sugesti saya! Anda hanya perlu mendengarkan suara saya, jadi kalau ada suara lain selain suara saya, abaikan saja, sekali lagi Anda hanya mendengarkan suara saya, anggukkan kepala bila mengerti!" Gugun menganggukkan kepalanya dengan keadaan mata terpejam.

"Siapa nama Anda?" ujar Master. "Gugun,Gugun Firmansyah."

"Baik, Gugun, apa ketakutan terbesar Anda saat ini?" Master Fsdhli melanjutkan pertanyaannya. "Saya takut, besok saya gak bisa sekolah lagi, saya takut, besok saya gak bisa lagi punya kesempatan belajar sungguh-sungguh. Saya takut, besok bumi tinggal sejarah, Mas."

"Untuk Gugun. Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk melawan ketakutan itu, atau apa usaha Anda agar ketakutan Anda itu bisa dicegah?"
" Gak ada, mas, selama ini, saya malah sering buang sampah sembarangan, ugal-ugalan dengan motor saya yang asapnya ke mana-mana. Sebenernya sih, itu lumrah, mas, diluar sana, bahkan yang lebih dewasa dari saya ngelakuin hal yang lebih parah. Tapi, gak tau kenapa, Mas, tiba-tiba aja saya berpikir, kalo saya gini terus, semua orang juga gak ngerawat lingkungannya, gimana bisa hidup tenang?"

"Baik, Gugun. Saya sangat kagum dengan pernyataan Anda. Anda ini bisa membangun kepedulian dari sebuah ketakutan akan kelangsungan hidup manusia dan bumi. Tapi, sayangnya ketakutan Anda ini belum bisa menuai aksi apa-apa. Anda hanya khawatir, besok-besok bumi akan wafat, dan manusia kebingungan mau pindah ke mana? Anda sudah punya modal awal, yakni sebuah kekhawatiran. Ok, saya akan membantu Anda untuk mengubah kekhawatiran itu menjadi sebuah kesadaran, setuju?"

Gugun kembali mengangguk.

"Baiklah, kalau begitu, dengarkan sugesti saya!
Ada beberapa poin penting yang perlu Anda dengarkan, Anda resapi, simpan baik-baik dalam memori Anda, dan yang paling penting adalah realisasikan poin-poin itu."


1.Hapus kata sampah di otak Anda.

Hal pertama yang perlu Anda tanamkan dalam konsep hidup Anda adalah meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini baik itu ciptaan Tuhan atau campur tangan manusia memiliki kegunaan tersendiri, olehnya itu hindari membuang-buang barang yang menurut Anda tidak berguna lagi, karena jika itu terus dilakukan, lingkungan akan terus-menerus tercemar, dan Anda telah membuang sebuah manfaat besar. Banyak di antara kita membuang sesuatu yang sudah dipakai dengan percuma, padahal sisa-sisa itu yang menurut istilah adalah sampah bisa diolah menjadi manfaat lain, seperti kerajinan tangan, pupuk, bahkan limbah industri yang beracun pun masih bisa diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Maka, melindungi bumi dari tumpukan sampah, ya dengan cara tidak membuat sampah, bukan membuang sampah pada tempatnya, atau lebih tepatnya, menghilangkan kata sampah dari kamus besar kehidupan.

2. Perlakukan bumi seperti memperlakukan barang pinjaman.

Kita sudah sering mengeksploitasi bumi dengan segala kekayaannya, tanpa pernah berpikir untuk melestarikannya. Seolah bumi ini milik pribadi, milik yang bisa digunakan oleh siapapun dan memperlakukann seenaknya. Kita selalu lupa bahwa sebenarnya bumi ini hanyalah pinjaman. Jika kita telah menganggap bumi ini sebagai barang pinjaman, maka akan timbul ketakutan untuk menyalahgunakan, apalagi membiarkannya rusak. Barang pinjaman seyogianya dikembalikan dalam keadaan baik pula.

3. Tirulah kehidupan tumbuhan

Tumbuhan adalah satu dari tiga makhluk hidup di bumi ini yang memegang peranan penting. Selain sebagai perangkat alam, tumbuhan memiliki siklus pernafasan yang berbeda. Tumbuhan mengisap karbondioksida dan mengeluarkan oksigen. Tumbuhan akan mengisap semua krbondioksida di udara sebagai udara pembuangan manusia, kemudian mengeluarkan oksigen baru. Secara tidak langsung, tumbuhan telah menjadi penyedia oksigen alami untuk bumi ini. Maka, kita sebagai manusia sangat bodoh bila tidak membudidayakan tumbuhan ini, atau hanya menjadikan tumbuhan sebagai arena pacaran dan wc umum.

4. Pikirkan apa yang terjadi bila bumi menyerah menampung kita.

Pikrikan itu, Anda akan ke mana bila bumi sudah menjadi sejarah peradaban manusia. Jangan pikirkan bumi ini masih cukup kuat. Sebagai pembelaan manusia adalah usia bumi masih cukup muda, atau hal-hal seperti pencemaran lingkungan dianggap masih terlalu kecil untuk merusak bumi. Manusia terlalu banyak meremehkan, maka jangan pernah remehkan sesuatu.

5. Manusia adalah perawat bumi.

Itulah hakikat penciptaan kita. Jadi, sebenarnya perilaku mencintai lingkungan dan merawat alam adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi. Namun, ada satu kelemahan alami manusia. Manusia itu malah menjadikan kewajiban itu sebagai musuhnya, sehingga timbul perasaan malas untuk menjalani kewajiban itu. Cara yang paling tepat untuk mengatasi ini adalah dengan menjadikan kewajiban itu sebagai kebutuhan. Dengan begitu, kita akan merasa kurang bila tidak merawat alam sebagaimana mestinya, karena satu dari beberapa kebutuhan kita tidak terpenuhi.

6. Cintai alam/bumi seperti alam/bumi mencintaimu.

Apakah Anda ingin dikategorikan sebagai makhluk yang tidak tahu berterima kasih? Alam menyedeiakan semua yang manusia butuhkan, dan alam tidak menuntut banyak,cukup perlakukan mereka seharusnya, itu pun sudah termasuk kewajiban kita sebagai manusia.

Inilah sugesti saya untuk Anda. Saya tidak perlu mensugestikan Anda untuk belajar membudidayakan terumbu karang, mengikuti workshop pengetahuan lingkungan, ikut dalam gerakan Go Green, atau mungkin menjadi Menteri Lingkungan Hidup. Karena menurut saya, entah menurut pakar lingkungan di luar sana, bahwa merawat lingkungan kita, mencintai alam, melindungi bumi dari kehancuran dini tidak diawali gerakan dengan seribu nama dan kelompok-kelompok atas nama pencinta lingkungan, menjadi bahan liputan media, teori-teori rumit yang malah membuat kalangan bawah kebingungan, suara lantang berdiri di atas mimbar meneriakkan kekhawatiran akan lingkungan, sementara khalayak di bawahnya hanya manggut-manggut, bukan karena sadar namun sudah kepanasan, sudah bosan, atau mungkin tidak tahu sama sekali apa yang dibicarakan di atas mimbar sana. Cukup menanamkan 6 poin penting tadi dalam kehidupan Anda, maka dengan sendirinya Anda akan terlahir kembali sebagai manusia sang perawat dunia, bukan hanya mencintai alam, namun merasa wajib mencintai alam.

Dan, ketika Anda mendengar tepuk tangan yang sanagt keras, bangunlah dari tidur Anda. Bangunlah sebagai manusia perawat alam.

Kemudian riuh tepuk tangan penonton membangunkan Gugun dari tidurnya.

Inilah yang terlupa, menumbuhkan kesadaran pada tiap individu. Kesadaran itu tidak diawali dengan menghimpun mereka, para generasi muda untuk bergabung dalam gerakan-gerakan peduli lingkungan,atau menjadikan mereka duta lingkunhgan hidup sehingga menjadi bahan peliputan media, hasilnya mereka hanya jadi selebriti, bukan pemerhati lingkungan. Semua itu perlu, namun penanaman kesadaran apalagi manusia yang memiliki kompleksitas sangat tinggi memerlukan pendekatan personal, dengan sugesti-sugesti positif yang bukan hanya secara teori-teori ilmiah, namu lebih ke konsep pemahaman hakikat, prinsip hidup sehingga mereka merasa butuh merawat alam. Mengapa sang ahli hipnotis tidak mensugestikan Gugun ilmu-ilmu atau teori-teori tentang lingkungan? Karena dengan 6 sugesti tadi, jika berhasil dan timbul kesadaran di dalam diri Gugun, maka dengan sendirinya, Gugun akan mencaritahu bagaimana cara merawat lingkungan yang baik dan cerdas.

Ini hanya fiksi. Jika konsep sugesti untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan ini sudah pernah dilakukan atau sudah pernah dipaparkan, maka silahkan dilanjutkan, karena menurut saya ini ide gila yang patut dicoba. Tapi, kalau sama sekali belum pernah terpikir apalagi dicoba, saya menawarkan konsep ini sebagai langkah awal selain gerakan-gerakan pedeuli lingkungan itu untuk diaplikasikan. Bayangkan jika semua ahli hipnotis di dunia ini bergabung melakukan gerakan ini, dan semua berhasil, maka kekuatan sugesti ini akan menyelamatkan bumi dari kepunahan dini.

Hahahaha........semoga bermanfaat, salam bumi, bumi yang menitipkan salamnya tentang kerinduannya pada manusia sebagai perawat pribadinya.



Senin, 07 Februari 2011

DHE

Dhenok Habibie.....

Begitu dia menuliskan namanya, dan seperti itulah aku menuliskan namanya. Sebuah nama yang masih akrab di inderaku. Aku ingin menguntainya kali ini, bukan berbasa-basi, hanya menghaturkan terima kasih, persembahan sederhanaku untuknya. Ada yang berbeda dengan perkenalan ini. Aku merasa nyaman mengunjungi halamannya, meski tak ada yang bisa aku lakukan di sana. Sementara dia, begitu rajin menyapu halaman rumahku,menanamkan bunga di setiap kunjungannya.

Dhenok Habibie

Maaf, aku lancang pada baris ini, sudah banyak waktu yang melewatkanku denganmu, sebuah perjalanan panjang, berdamai dengan kenyataan, begitu katamu. Aku menyimpan itu di benakku. Dengan itulah aku ,mengenalmu, meski tak sebaik yang terbaik.

Dhenok Habibie

Masihkah kau menanam bunga di halamanku? Aku sudah menghitungnya, namun tak mampu sepeka dirimu, sepeka dirimu yang begitu dalam mendalami perasaan, begitu paham merantai perjalanan. Semua lekuk katamu tersimpan jelas tanpa debu, tanpa ada yang mengotori, setidaknya begitu upayaku. Aku masih belum mampu berdamai dengan kenyataan, seperti katamu padaku. Aku masih gagal, dhe. Aku merindukanmu mendamaikan aku dengan kenyataan, hal yang sampai saat ini begitu sulit aku terima. Aku tak mampu sepertimu yang menjamunya dengan baik. Aku tak peduli kau menyalahkan ini, juga ornag-orang di sana, karena itulah yang aku rasakan tiap kali partikel partikel udara membicarakanmu.

Dhenok Habibie

Masih banyak yang menarik, namun tak semenarik pesanmu. Aku butuh pesanmu, aku menunggu itu, aku bahkan menyirami bunga-bunga yang kau tanam di halaman rumahku dengan peluh yang katamu lagi harus aku hargai. Maaf aku meneteskannya di bunga-bungamu, aku takut peluh itu terbuang sia-sia, setidaknya, di bunga itu dia bersamamu.

Dhe....

Aku masih menyimpan banyak hal yang tak tertampung ruang. Halamanku masih sempit, otakkku masih labil. Inilah kebanggaanku padamu, kau selalu ada di setiap rindu, kau selalu nyaring di melodi terakhir, kau selalu melanjutkan langkah di jalan yang bertepi, kau selalu berdiri ketika orang lain masih tertidur, dan kau selalu jujur ketika aku masih sempat berbohong.

Dhe....

Aku harus menuliskan ini, semoga kau senang membacanya

"Jika wajah yang menepi di pengumpul pesanku adalah wajahmu, maka wajah itu sejatinya adalah wajah titipan Ilahi untukku, untuk aku usap dengan sapu tangan ketika berbalut sedih, dan menambah lekukan ketika tersenyum."

"Jika wajah yang muncul di pesan-pesan kehidupan itu adalah wajahmu, maka aku ingin menyampaikan pesannya kepada pemilik jiwa, bahwa di luar sana ada wajah yang tak pernah lelah."

"Jika wajah yang tertulis itu adalah wajahmu, biarkan aku menghapusnya, karena di dalam jiwa yang masih terdapat jiwa, telah terpampang wajahmu, dan aku tak inginkan semuanya berlebih."

"Jika suatu saat nanti "jika" itu tak mampu lagi mengandaikan diri, pastikan aku masih menyimpan namamu di halaman rumahku, pastikan aku memahat namamu di bunga-bunga yang kau tanam, bunga-bunga yang kini telah mekar. Kemudian jika bunga-bunga itu layu, maka pastikan aku tak menghapus namamu di sana."

Kau PENTING

Minggu, 06 Februari 2011

KAU ITU RUTINITASKU

Sama, selalu sama, bukan sebuah perencanaan, tak tahu mengapa sama. Jika ketidaktahuanku itu simbol kepasrahan, maka izinkan aku pasrah pada apa yang sudah aku usahakan. Aku tak ingin mengkronologiskanmu, urutanmu terlalu rapi, sama, aku ingin sedikit nakal kali ini. Aku bosan menjadi orang yang baik, aku ingin nakal agar bisa membencinya, mungkin inilah satu-satunya kesalahan yang kurencanakan. Lekuk kejadian, seluk pertanyaan, dukungan ketiadaan, sapaan kesunyian, semrawutnya persembunyian, sampai aslinya sebuah kepalsuan mengharu biru, mangantarku pada satu keputusan.

Keputusan itu masih ku simpan di ujung lidah, akan menjadi kata, jika aku memerlukan suara. Sebenarnya, bukan sama, tapi rutin. Mungkin itu lebih tepat. Rutin tak selalu sama, perbedaannya ada pada perjalanan waktu yang selalu baru. Aku sebenarnya telah memperbaharui diriku sendiri, menambah kerutan yang masih sangat samar, kelalaian yang masih membias, kelunturan yang masih mengurung diri, juga kematian yang selalu menghantui. Entah mengapa aku tak pernah siap untuk mati. Aku tak siap mengakhiri hidupku, mewariskan ribuan harapan yang belum terwujud, ribuan sakit yang belum sembuh, rajutan makna yang belum fasih, aku masih menyisakan ribuan tanda koma yang selalu tak pernah berhenti. Aku takut, aku tak bisa takut lagi suatu saat nanti.

Selanjutnya, apa selanjutnya? Masih seperti kemarin,. Aku masih menghela nafas kemarin, begitu juga hari ini, semoga esok masih. Kemarin aku masih menuruti hatiku bersemedi menafsirkan perjalanan embun mencium bumi. Kemarin, aku masih mengasihimu, menantimu di suatu tempat, tempat di mana kau menemukanku sebagai lelaki dekil tak berarah terarak bencimu, menitipkan satu senyuman manis agar kau suguhkan saat detik aku menjumpaimu. Kemarin, aku masih menaungi atom tak terhingga, masih menjumlah kekurangan, masih mengubahmu ke dalam bentuk nyata, masih menyimpan rencana, masih merogoh kesempatan, masih berteriak agar semua hening menjadi tuli, masih meyakinkan diri aku masih bisa bertemu denganmu esok, dan masih berharap esok masih menjadi bagian dari masaku di bumi.

Hari ini pun aku melakukan itu, aku tak lelah, meskipun yang aku lakukan saat ini tak ada bedanya dengan aksiku kemarin. Namun, kau tidak tahu sebelumnya, sebab apa setiap detik selalu berbeda. Aku membedakan semua rutinitas ke dalam bagian yang selalu berbeda hanya dengan satu alasan,

esok atau detik setelahnya, kau akan berbeda dengan urutan jumlah yang terus bertambah, dan aku akan mengecup keningmu di saat kau tua, di saat kulitmu mengerucut, di saat kau dengan bangga memanggilku, sayang. Aku menyayangi perbedaan itu, perbedaan di mana rutinitasku tak pernah sama karena harapan yang selalu bertambah.

terima kasih untuk waktu yang selalu berbeda, terima kasih untuk kehidupan yang tak pernah sama, terima kasih untuk mereka yang mengangkatku.

Dedicated to "SOMEONE IN SOMEDAY WHEN SOMEWHERE IS WHOEVER"

KECINTAAN PADA CINTA

Sudah begitu banyak yang menuliskanmu. Banyak kata-kata indah, kalimat-kalimat menggugah, banyak pula yang menuliskan perasaannya di halaman halam rumah. Kali ini, dengan apa aku mengenalkanmu? Hal yang sama namun berbeda menurutku. Kau itu sebentuk rasa yang mungil, lihai, sangat mumpuni untuk mengaduk-aduk perasaan.

CINTA

Itulah dirimu, wujud yang selalu misterius, makna yang selalu tak pernah tersentuh. Dengan apa aku membanggakanmu? Dengan sisa-sisa kebohonganku pada dunia?

Khusus buatmu, tak ada kata-kata indah lagi. Aku malu mengulang kata yang sama, kata yang membuatku berdusta, kata yang membuatku bodoh. Biarkan udara menyamarkanmu agar berhembus di setiap telinga manusia yang merindukanmu. Tersamar pun kau sangat jelas di hati.

KECINTAAN

Inilah hal yang ingin aku dapatkan. Dia agung, sangat sakral, sangat berharga, sangat berbeda. Kau berbeda dengan cinta, milikku dan milik semua yang berjiwa. Aku memiliki banyak cinta yang bisa aku umbar, bisa aku tuliskan, bisa aku dentumkan, bisa juga aku seretkan di aliran air. Aku memiliki cinta yang mampu mendarat di landasan siapa pun, dengan asas takdir, begitu kataku di setiap pembelaan penolakan dan perselisihan kenyataan. Semua itu tidak pernah cukup, selalu kurang, dan pilihan yang menggagalkan. Cinta punah tanpamu, begitulah aku memahamimu. Cinta akan serupa dengan ruangan hampa udara tanpa kehidupan, tanpa sepotong jarak. Cinta akan berhenti melangkah untuk mewujudkan keistimewaan kepemilikannya, tanpamu.

Kawan, saudara, sayang, apapun aku memanggilmu, luruskan aku bila itu salah, karena kecintaan itu satu tingkat di atas cinta, tingkatan yang tak pernah usang bila hanya berdiri di situ saja. Cinta butuh kecintaan untuk merefleksikan, mendalami, memahami, kemudian melangkahkan ayunan aksi, apapun namanya, menjadi sebuah kenyataan yang bisa dirasakan bahkan dalam hal abstrak apapun. Jika kau merasa memiliki cinta namun tak menyimpan kecintaan, maka cintamu itu kosong.

Karena,

Kecintaan pada cinta adalah hal yang jarang disadari para pemilik cinta untuk mempertahankan, bukan sekedar memperjuangkan cintanya. Kecintaan adalah kebanggaan sebuah kepemilikan, kepunyaan akan hal penting, cinta.

Chat Room Bloofers