Jumat, 12 Oktober 2012

PERKARA PERTANDA


Kau bertanya padaku tentang tanda. Aku buruk soal itu. Aku lemah. Aku bukan ahli semiotika. Aku bukan peramal. Aku hanya tahu kebenaran yang sederhana.

Seperti ketika kau bertanya padaku, apa tanda hujan. Aku tak menjawab. Aku takut salah. Jika mendung tanda hujan, mengapa suatu waktu aku menjumpai terik yang basah?

Kau cemberut. Bukannya berhenti bertanya, kau malah menghujaniku pertanyaan yang jauh lebih sulit. "Apa tanda kemarau?" Aku masih tak menjawab. Aku takut salah. Jika kering tanda kemarau, di musim apapun aku selalu segar walau hanya sekedar mengingatmu.

Wajahmu memerah, bukan rona malu. Kau berang. "Apa tanda kematian?" Tanyamu keras. "Kehidupan." Kau menganga. "Kalau begitu apa tanda kau mencintaiku?" Tanyamu semakin kesal. "Kehidupanku."

Aku hidup, maka aku akan mati. Perlukah pertanda lain? Aku hidup maka aku mencintaimu saat ini sampai tanda kematian itu lenyap dan tak hanya sekedar tanda.

Kemudian aku memberanikan diri bertanya padamu. "Apa tanda kita akan bersatu?" Giliranmu kaku. Aku tak berang.

Hatiku berkata, apakah dengan kita masih hidup sampai saat ini bukan tanda kita akan bersatu? Pada saat yang bersamaan akan menjadi tanda kita akan berpisah.

Tanda bagiku hanya sebuah kemungkinan, kepastian hanya milik Tuhan. Kehidupan menyiratkan semua pertanda yang kita pertanyakan. Hingga pada saatnya semua tanda itu akan terjawab, juga kehidupan, akan lenyap.

Chat Room Bloofers