Jumat, 08 April 2011

SURAT UNTUK GANDI

Aku sudah membaca suratmu. Maafkan aku, nak, aku baru bisa membalas semua suratmu. Selama ini aku sibuk mempertaruhkan mimpiku pada kenyataan. Aku berani mempertaruhkan semua mimpi itu karena sampai kapan pun aku masih percaya padamu.

Gandi, anakku, aku masih mengingat semua, mengingat kepalamu yang bersandar di pangkuanku, kedua lenganmu yang melingkar di perutku, ujung bibir yang merapat di keningku, semua itu masih tersimpan dalam air mata rinduku, rindu yang selalu bertahan, rindu yang selalu terjaga, rindu yang semoga takkan punah.

Bertahun-tahun sudah aku melepasmu, membiarkanmu menemukan mengapa kau hidup dan mengapa kau akan mati. Aku tahu sekarang kau sedang galau, gersang, kering, bias, terseret arus waktu. Aku tahu kau terus mengecewakanku, melupakan mimpi memang sangat menyakitkan. Aku tak sekalipun mengubur harapan padamu, semua demi memenangkan pertaruhanku. Jangan anggap rahimku sebagai tempat bermulamu, dari harapanlah kau terlahir, harapan itu akhirnya diiyakan oleh Tuhan. Kelahiranmu adalah mimpi nyata yang bisa aku wujudkan, itulah pencapaian terbesarku, nak.

Kamu sedang patah hati? Berkali-kali kau menyuratiku dengan kata-kata sayu, tergambar wajahmu pada aksara-aksara lemah itu tentang cinta yang selalu gagal, cinta yang tak bermuara. Tetapkanlah cintamu untuk suatu saat nanti, untuk saat ini, dan untuk masa lalu, semua ada bagiannya. Percayalah, akan ada cinta yang bisa membuatmu merasa tidak risau lagi. Jangan khawatirkan itu, doaku selalu ada di sini, di situ, di sana, di setiap kau mengingat dan setiap kau lupa.

Gandi, saat ini aku terbaring lemah, sakit, masih tergelepar di pembaringan udara, aku merindukanmu. Tapi, janganlah pulang sebelum menemukan alasan mengapa kau hidup dan mengapa kau akan mati. Air mataku bukan kesedihan, nak, tapi sebuah kebanggaan karena Tuhan telah mempercayakan rahimku untukmu. Aku rela menendang malu, menelan air berduri hanya demi meresap saripatinya untukmmu. Aku ingin kau tahu bahwa jarak tidak pernah memisahkan, jarak akan menyatukan kita di udara, di mimpi, di penantian, dalam rindu yang terjaga.

Gandi, anakku, sekian dulu. Aku harus minum obat dulu, angin yang berhembus di sini terlalu kencang, aku tak mampu menangkap satu atom darinya, hanya itu obatku, atom-atom kerinduanmu. Sebelum aku mengakhiri surat ini, aku menitipkan satu pesan padamu.

"Mimpi yang terlupa hanyalah mimpi yang merindu. Jagalah kerinduannya, puaskan, datangi, bangun kembali, ketika runtuh, bangun kembali, ketika punah, harapkan kembali, semua belum berakhir. Satu detik menjelang ajalmu masih cukup untuk merumuskan, membangun, dan meniatkan mimpimu."

Doaku di udara menyertaimu,

Matar

7 komentar:

Nufri L Sang Nila mengatakan...

surat yang indah.....kasih ibu sepanjang masa.... nice post...

salam

rinz mengatakan...

Woaaaaahhhh... Si Ibu menghimbau agar anaknya terus mengejar dan mewujudkan mimpinya apa pun yang terjadi. Agak tragis juga sih endingnya. Moga si anak tau apa yang Ada di pikiran ibunya. Jangan Sampe si anak miscommunication sama ibunya, trs Malah nganggep si Ibu ga peduli lg sama dy?????

Qefy mengatakan...

Aih-aiiih Memang detail ya Fadhli mendalami karakter tokohnya. Sang ibu begitu teliti semoga saja sang anak pun memahaminya. Oia, kapan mereka ketemu? Apa yang akan terjaadi kalau keduanya bertemu kembali? Sedih, siang, atau? Aku tunggu kisah selanjutnya :D

sri wijayanti mengatakan...

mengharukan. :'(

BLACKBOX mengatakan...

@Nufri; salam kenal jg mas
@Rinz: analisamu selalu cerdas
@Qefy: makasih dah nyaranin untuk menulis surat ini, saran selanjutnya untuk mempertemukan kedua tokoh itu bagus jg, nantikan ya
@sri: makasih

dhe_bie mengatakan...

bahasamu makin berkarakter fadh, makin banyak kata baru yang dhe temuin.. teruslah merangkai uniknya kata.. :)

dyna rangkuti mengatakan...

suka sekali sketsa ini,

membaca lebih banyak hati para ibu, membuat aku semakin berfikir anak seperti apa aku ini, dan ibu seperti apa aku nanti ?

menulis lebih banyak tentang hati ibu, semoga melembutkan hatinya mas Fadh :)

dan aku suka ibunya gandi, walau ringkih tapi tak rapuh.

Chat Room Bloofers