Selasa, 18 September 2012

PULANGLAH DIANDRA



Debu menjadi suci ketika air tak ada. Aku bisa saja jadi apa saja, asal Tuhan mau, asal kau siap, asal dia tiada. Aku akan ada saat dia tak ada, begitu mudahnya kau membuat fatwa. Kemudian, tak ada yang tahu. Tuhan enggan menyebar rahasia, ia bahkan enggan menyebut kalau itu rahasia. Sementara kau menyimpan rahasia, katamu aku tak berhak tahu soal rahasia itu? Itukah rahasia? Aku tahu, sudah tahu. Kau memberitahu. Itukah rahasia?

Isyarat lalu berbicara ketika lugas takut bersuara. Aku bisa saja jadi apa saja, asal Tuhan mau, asal kau siap, asal dia tiada. Aku akan berguna saat dia tak ada, begitu mudahnya kau mengatur kadar. Kemudian, mata memicing, kening mengkerut, wajah menjadi asing, kau pergi.

Alibi mempesona ketika jujur melemah. Aku bisa saja jadi apa saja, asal Tuhan mau, asal kau siap, asal dia tiada. Aku akan mempesona saat dia tak ada, begitu mudahnya kau membaca kharisma. Kemudian, kakiku lumpuh, tak sanggup mengejarmu. Maka kubiarkan batinku yang menyusulmu. Dengan begitu, ia akan menemukanmu sampai ke ruang rahasia apapun kau bersembunyi.

Nyeri berkembang biak, ketika nyaman sudah punah. Aku bisa saja jadi apa saja, asal Tuhan mau, asal kau siap, asal dia tiada. Aku adalah pundak yang memikul apa saja, begitu mudahnya kau beranalogi. Kemudian, nyeri terus bertambah, menjalar dengan bebasnya. Sampai saat ini mereka masih bertahan, mungkin mereka sudah jadi bangsa maju, bangsa nyeri yang maju.

Di kulitku masih ada sidik jarimu, ketika itu satu-satunya peninggalanmu. Ku jaga itu meski nyeri semakin keji mencoba membunuhku pelan-pelan. Aku bisa saja jadi apa saja, asal Tuhan mau, asal kau siap, asal dia tiada. Aku pasti tekstur lembut saat dia tak ada, begitu mudahnya kau memastikan hal yang masih mungkin. Kemudian, sidik jarimu lekat, meski nyeri terus menyerang, akan terus melekat. Bahkan angin sekencang apapun meniupnya, akan terus kulekatkan. Dengan begitu, aku merasa kau menyentuhku untuk pertama kalinya.

Rambutku beruban. Aku sudah tua, tentu ketika tak lagi muda. Aku bisa saja jadi apa saja, asal Tuhan mau, asal kau siap, asal dia tiada. Aku menua saat kau tak ada, begitulah aku membaca diri. Aku memang menua saat kau tak ada, bahkan lebih cepat dari perkiraanku, dari pengalaman mereka yang telah menua lebih dulu.

Aku adalah rumah, ketika kau gelandangan. Aku bisa saja jadi apa saja asal Tuhan mau, tapi aku hanya ingin jadi rumah bagimu. Rumah di mana setiap senja kau melangkah dengan sangat bersemangat menuju ku. Pulanglah.....

8 komentar:

Niken Kusumowardhani mengatakan...

Aku bisa jadi apa saja asal Tuhan mau...
Suka dengan statement itu...

chy' mengatakan...

menangkap rindu dari setiap kata-kata postingan ini.
sepertinya berada di rumah, mengembang biakkan inspirasi si kakak ini.
keren seniorrrrrrr... :D

BLACKBOX mengatakan...

perhatikan huruf awal dari setiap paragraf, baca ke bawah. Itulah akrostik.... teori ini chy, haha

chy' mengatakan...

hemmmm...
DIANDRA :)
okehh... mencoba teori baru :D

BlogS of Hariyanto mengatakan...

aku juga menyukai Aku bisa saja jadi apa saja, asal TUAH mau....semua memang harus kita serahkan kepada kehendak TUHAN :)

Masjid Al Mashun mengatakan...

saya sampe gak bisa berkata-kata nih :(

Amanda mengatakan...

This one is my favorite! (y)

BLACKBOX mengatakan...

hahahaha.... ada kak Manda rupanya.. thx

Chat Room Bloofers