Selasa, 31 Mei 2011

DUNIA KETIKA

Apa yang indah...?
Apa......?

Ketika kau mengusir jenuh, yang ada hanya kuadrat-kuadrat ilusi tanpa hingga, kemudian membunuh realita, menumbuhkan dunia yang mengajakmu hilang?

Ketika kau menutup jalan, membiarkan tak satu pun kendaraan yang lewat, kemudian kau tertunduk pilu di atas aspal, dengan air mata yang meretakkan jalan?

Ketika kau bermimpi, dan kau terbangun, yang barusan itu cuma mimpi, dan otakmu lumpuh?

Ketika kau berteriak dan tak satu pun yang mendengarmu?

Ketika inderamu menjadi sia-sia?

Apa yang indah........?
Apa.......?

Ketika lisanmu menjadi beku, kemudian dia lenyap, bercucuran atom-atom yang sesaat lagi akan wafat?

Ketika kau melangkahkan kakimu menuju tempat yang tak pernah kau rencanakan, kemudian kau hanya bisa memasrahkan diri pada perjalanan waktu?

Ketika kau hanya mampu mengatakan ketika, seandainya?

Apa.....?

Apa.....?

Apa yang indah......?

Ketika semua tanda telah kau lahap, namun tak satu pun menjadi nutrisi untuk kehidupanmu?

Ketika semua cahaya meninggalkanmu, membiarkanmu hitam, pekat, larut dalam gelap, dan hanya ada satu alasan untuk tetap bertahan, yakni kau memang tak bisa ke mana-mana?

Ketika sepuluh, sebelas, duabelas, tigabelas, empatbelas, limabelas, dan belasan lainnya menghampirimu dan berkata, "Jumlahkan aku tanpa sebuah keganjilan!"

Ketika teka-teki hanya membuat kepalamu pecah, dan kau bahkan tak mampu memungut pecahannya?

Ketika kau hanya mampu bercermin dan menganggap, aku pantas seperti ini?

Ketika kau hanya mampu berkata,"kumohon...!"?

Ketika hidupmu terlalu pasif, ketika rasamu terlalu labil, ketika sekujur kehidupanmu terlalu perih, ketika kesederhanaanmu bersembunyi?

Ketika semuanya situasional, dan kau mensituasionalkan rasamu?

Apa yang indah...............?

Apa.......?

Jawablah.....?

Kali ini aku butuh jawaban.......


Yang indah di antara semua deretan "ketika"mu adalah ketika kau merasa bangga memiliki kehidupan, merasakan kehidupan, dan mempertahankan kebenaran kehidupan, juga ketika kau menikmati semuanya tanpa keluhan.

Jumat, 20 Mei 2011

AWARD






Terima kasih kepada Kak Acci untuk titipan ini

Mengingat keterbatasanku adalah sebuah ketidaktahuan, juga ketidaktahuanku adalah sebuah keterbatasan, maka ijinkan saya menetaskan telur-telur imaji melalui halaman ini, untuk sebuah keyakinan bahwa fiksi adalah kenyataan abstrak.

Terima kasih untuk sebuah kepercayaan, untuk sebuah nama, untuk banyak hal, untuk penjelasan tak teridentifikasi. Ketika jiwa bertransmigrasi, percayalah bahwa hanya jiwa yang bisa menemaninya.

Sebuah kepercayaan akan saya sebarkan kepada:

Dhe

Yg menetaskan banyak semangat untukku. Kata-kata indah tak sanggup mengindahkannya. Dia lebih dari kata-kata. Dia garis bagi perjalananku.

Qefy

Sebuah pribadi yang menyenangkan, penuh kreatifitas, saya selalu terpenjara dalam caranya mendeskripsikan keadaan, juga keuletannya sebagai tuan rumah yang baik.

Lozz Akbar

Dulur saya dari Jember. Sebuah pribadi yang santai, lepas, bebas, merdeka, namun menaruh perhatian besar pada alam, katanya memancing tawa, namun tawanya melarutkan kesedihan akan pesan kehidupan yang kita abaikan. Terima kasih


DimasAdy


Sosok romantis yang saya kagumi. Diksinya selalu tepat, selalu sarat akan serat-serat. Kemisteriusannya begitu nyaman. Halamanya selalu terasa segar. Dia pecinta yang hebat.

Rinz

Aku mengenalnya secara tidak sengaja. Kemudian, aku disuguhkan sebuah hidangan tanpa nama, tanpa rasa, tanpa apa-apa, namun selalu membuatku rindu untuk kembali. Analisanya tajam, bahkan mampu menembus sisi subyektifitasku dalam setiap tulisan-tulisanku. Dia penulis hebat.

TERIM KASIH

Maaf, saya bodoh berterima kasih.

Kamis, 19 Mei 2011

PUZZLE

Letakkan pertanyaan di depan pintumu!
Letakkan semuanya, susun bila perlu!


Bagaimana dengan ini........?

(............................................)

Aku dikurung, kau bingung, aku senyum, teruskan.....!

Letakkan pertanyaan lagi.

Bagaimana dengan ini......?

:,."

Aku dirahasiakan.

Selesaikan aku...!


Lnnvnchdsjd''..////,.,.,.,.[]/l;';p;;p;l;
O.,/[op['p'=-['lk;[o=po='po=po'po[po=po/;[
V'';][/;][/;]87848787298\/7


Belum selesai, bung.....

Bungkus saja,

untuk apa...?

Untuk orang di rumah.

Aku tak punya rumah.

Kalau begitu untuk orang yang menunggumu pulang.

Tak ada yang menungguku.

Kalau begitu untuk bekalmu

Kaulah bekalku............

Kau kanibal

Aku bukan kanibal

Lantas...?

Aku hanya menginginkanmu.....

Genapkan aku, selesaikan aku!

Baiklah, selesailah dirimmu

E#$^*()(&^%*&**

(Perhatikan baik-baik, ada pecahan puzzle di sekitar kita, menunggu untuk disusun rapi)

Selasa, 17 Mei 2011

UP TO YOU

0000000000000000000000000000000000000

1111111111111111111111111111111111111

2222222222222222222222222222222222222

3333333333333333333333333333333333333

4444444444444444444444444444444444444

5555555555555555555555555555555555555

6666666666666666666666666666666666666

7777777777777777777777777777777777777

8888888888888888888888888888888888888

9999999999999999999999999999999999999

........+.........x..........-.............+.......-........=...................

Isilah titik-titik di atas dengan angka-angka yang bersusun di atasnya. Isi dengan angka semaumu, seenakmu, sedetail pertimbanganmu, secuekmu.

Pada dasarnya, aku logika yang bisa dimungkinkan, bisa dipilih, bisa diabaikan, bisa dipertimbangkan, semaumu, seenakmu, sedetail pertimbanganmu, secuekmu.

Selebihnya, aku bukan angka-angka posisi, bukan kursi, bukan kamar, bukan sudut, maka jangan berpikir untuk mengurutkan, itulah pilihanmu, itulah hasilmu.

MUNGKIN.................

Selasa, 10 Mei 2011

RASA TANPA KAIDAH

Aku tiba.....

Sayang, hanya udara mengepul di atas kepalaku, bukan puing-puing rindu pada sebuah kerinduan. Inilah perihal otak, perihal logika, perasaan yang dibuat logis. Mengapa harus seperti itu? Pragmatisme itu bahkan bisa diilmiahkan, dengan ilmu linguistik mampu mengkaji keragaman rahasia bahasa, untuk kesekian kalinya, rasaku kau logiskan.

Semua ini tidak pada tempatnya. Aku haus, malah kau memberikanku jus jeruk. Rasanya manis, segar, dingin, tapi meninggalkan haus yang berkembang biak. Mengapa tidak kau berikan air putih saja? Tenggorokanku merindukan itu.

Aku tidak mengeluhkan hidup, bahkan menentangnya aku tak berani. Aku bukan sang empunya kehidupan, aku hanya ingin membuat waktu lebih indah, setidaknya rasaku bisa sedikit kaya. Lantas, mengapa kau logiskan? Aku tak ingin logika, aku ingin kepekaan, abstrak, tutur implisit, aksara-aksara simbol, agar aku, kau, dia, mereka, dan kita semua bisa belajar. Pada situasi tertentu, kaidah itu tak ada gunanya. "Pada situasi mana?" Katamu. Pada situasi di mana situasi itu keluar dari situasi, di mana dia menduniakan dunianya sendiri, aturan Tuhan bukan kaidah, tapi warna yang menciptakan gradasi indah pada situasi.

Tidak perlulah mencari simbiosisnya, biarkan simbiosis terjalin dengan alami, tanpa rumus, tanpa sebuah teori-teori, takdir menjadi indah bila alami. Begitu juga rasaku, menginginkan sebuah kealamian, bukan kelaziman struktur, konsep yang turun-temurun, bising, seperti tumpukan analogi tanpa tujuan di kepalaku.

Sekarang, tolong rasakan perasaanku, "mood" hanya menjajahmu. Itu hanya logikamu, logika yang bisa kau gagalkan, tapi perasaan, tak bisa digagalkan, hanya bisa ditahan, kalaupun musnah, itu sudah rasa Ilahi, rasa yang alamiah, takdir memecah kerapatan atom di dalamnya, sekuat apapun senyawa mengurungnya.

Giliranku......

Jangan memaksaku berhenti, atau mengajakku diam. Ketika lisan tak mampu berupaya, percayalah, masih hidup jutaan kata, jutaan yang kemudian beranakcucu, tanpa spasi, tanpa tanda koma, tanpa tanda baca, agar kau hanya mampu melihat, tak membacanya. Nah, pada saat itulah aku datang di sampingmu membacakan kata-kata itu, kemudian akan mengantarmu tidur. Setelah terbangun, jumpailah kata-kata itu telah menjadi debu di ranjangmu, di sekitarnya, di setiap sudutnya, begitulah aku memusnahkan diri ketika tak kau butuhkan lagi.

Jumat, 06 Mei 2011

SETELAH MATI SURI

Hai, waktu. Maaf, aku membinasakanmu dengan sendirinya. Aku membuatmu mati sebelum saatnya. Maaf aku meng"entah"kan semua dari jawaban-jawaban yang hanya mendefinisikan bentuk, bukan membentuk.

Aku pernah mati, mati suri, mati suri karena mematikan diri sendiri. Aku pernah mengakhiri, akhir dari sebuah awal, akhir dari sebuah mimpi sebelum sempat diarih.

Aku sudah melahap banyak tanda, bahkan jumlah yang tak bisa dijumlahkan, tapi bukan itu tujuanku. Aku hanya ingin mati, mati dari kekakuan, mati sebelum waktunya. Bukan juga sebuah kekecewaan, apalagi menkhianati kenyataan, hanya ingin mati suri, mati sebelum saatnya.

Bias bisa saja menajadi penjelas, rumit bisa saja menjadi kesederhanan, komitmen bisa digagalkan, semua bisa, mengapa harus belajar pada kebenaran? Justru kesalahan, penyimpangan, hitam, suram, kegagalan, pengkhianatan, adalah teman setia untuk otak-otak yang ingin bersemedi, menelusuri kebohongan kata untuk sebuah kebenaran, bukan pembenaran.

Ada sebuah trilogi cerita yang menawarkan 3 sekuel kehidupan, awal, tengah, dan akhir. Aku membalikkan itu semua. Siklus terbalik membuatku merasa segar. Akhir, tengah, awal. Aku telah menemukan hidup baru, gaya menghabiskan jatah waktu. Mengkahiri diri sebelum waktunya, kemudian menemukan dunia tengah, dunia antara, dunia yang merefleksikan segalanya, dunia untuk mengumpulkan bekal, dan aku berakhir di awal, berakhir di titik awal, titik di mana aku bisa terlahir kembali, tidak berakhir untuk mati.

Ya....aku tidak berakhir untuk mati. Berkahir, berhenti, selamanya tidak menjamin keabadian. Kata penuh dengan kebohongan, tapi kebohongan mengandung sebuah kejujuran, kejujuran yang bersembunyi, entah di mana.

Ya....aku pernah mati, menyalamimu dengan jamah perpisahan. Tapi sadarkah dirimu, teman? Perpisahan itu adalah titik awal dari siklus terbalikku.

perhatikan baik-baik...!

Akhir, tengah, awal.

Aku mengakhiri hidupku, mengkahiri halamanku, berarti aku mengawali siklusku. Sekarang, setelah mengunjungi tengah, dunia antara itu, aku berhasil mengakhiri hidupku, berada di titik akhir, yakni sebuah awal. Kita berpisah selamanya, pada saatnya,pada waktunya, namun perpisahan itu adalah awal dari pertemuan kita, pertemuan yang lebih panjang. Jangan menjawab pertanyaan yang muncul di kepalamu dengan sebuah jawaban, tapi isilah dengan beribu pertanyaan. Karena, pertanyaan itu akan mengantarkanmu pada satu jawaban, di sana, di akhir, yang berarti sebuah awal.

Inilah aku, setelah mati suri.

BERSAMBUNG........

Minggu, 01 Mei 2011

THE END OF BLACKBOX

Bertanya, seperti tak pernah habis. Sudah tak ada posisi lagi, lokasi pun telah terkontaminasi, virusnya mematikan arah. Aku mati di sini, di entah yang selalu tiba. Apakah harus berhenti? semakin lama, abjadku hanya jadi lahapan zaman, sedikit rasa yang tersampaikan, banyak kekecewaan yang dilahirkan.

Aku harus berhenti, berhenti mengisi abjad dalam kolom-kolom jiwaku. Maaf teman, aku harus berterima kasih. Ini bukti aku mensyukuri kehadiranmu, meski itu samar, meski itu bias, meski itu hanya sebuah pertanyaan yang beranakcucu.

Terlalu banyak sokongan, tapi sarafku sudah lumpuh, tubuhku sudah mati, jiwaku masih hidup tapi entah berlabuh ke mana. Aku tak mungkin meminjam tubuhmu untuk berlari, sementara kau butuh kecepatan lebih untuk mengejar mimpimu.

Jika suatu saat aku berhenti, kau akan menjumpai kekosongan di halamanku. Jangan sisakan apapun di sana, biarkanlah kosOng itu melapangkan diri, agar terasa luas bila aku mengunjunginya kembali. Iya, aku akan berhenti, sebentar lagi, aku masih punya sedikit waktu untuk mencumbui pertemuan kita. Maaf, jika kenangan ini terlalu pahit, aku tak punya banyak gula untuk memaniskannya, rasa pahitnya sangat pekat hingga lidahku sendiri menyerah.

Selamat tinggal halaman-halaman tanpa syaratku. Kita akan bertemu lagi di waktu yang masih entah, di waktu yang masih dipertanyakan.

Sampai jumpa kawan, aku menutup halamanku, bukan untuk mencukupi, karena itu memang tak layak lagi diteruskan. Entah sampai kapan lagi, aku hanya ingin bersemedi, menunggu syair-syair rindu mengalun di daun telinga, memekikkan kejenuhan hingga pecah berkeping-keping.

Bukan sebuah kesalahan, namun aku merasa perlu meminta maaf. Bukan sebuah pemberian karena aku merasa butuh berterima kasih. Pertemuan kita luar biasa, perpisahan kita pun luar biasa, karena kita tidak tahu sampai kapan kita berpisah.

Aku menutup halaman ini untuk entah yang menggunduli semua pancaran ideku. Inilah diriku untuk dirimu yang terlalu kompleks, teman.

Di taman yang masih menunggu gugurnya dedaunan, kita berpisah, aku berhenti, teruskan nafasmu.

SURAT WASIAT

Saat kau membaca surat ini mungkin aku tengah di alam lain, menebar senyum pada malaikat, melihatmu membuka lembaran usang itu.

Dengarlah, dengarlah, kata-kata yang kau baca ini perwakilan suaraku, maka dengarlah! Aku menitipkan sebuah wasiat padamu.

Aku mewariskan kamar ini, kamar kecil, berisi oksigen penuh. Di lantainya ada tikar lusuh, ada lubang di mana-mana. Jangan beranjak dulu! Aku belum selesai.

Kamar ini untukmu, inilah warisan terakhirku, warisan pertamaku, satu-satunya warisanku. Di sinilah aku pertama kali mengenal dunia, aku kecewa karena dunia yang aku harapkan sebenarnya tidak ada, tapi tidak apa-apa. Mengapa kamar ini menjadi penting untuk aku wariskan? Penting bagiku, dan penting bagimu untuk mementingkannya. Sejarah kamar ini biasa-biasa saja, tak layak dimasukkan dalam museum, apalagi dijadikan sebuah peninggalan bersejarah. Sejarah itu bukan untuk umum, sejarah itu dirimu, mengapa kau bisa ada di sini dan membaca suratku.

Oh iya, aku menemukan banyak ideologi-ideologi, buang saja itu, aku ingin kau menginjaknya hingga ia rata dengan tanah, biarkan ke"rata"annya menembus lantaiku. Kau, kuberi nama tanpa nama, agar tidak ada yang memanggilmu. Aku benci kau dipanggil, aku benci kau disapa, mereka hanya ingin mengagungkan namamu, ingin menyebarluaskan namamu, ingin mendengungkan namamu, bukan dirimu, aku tak ingin mereka mencintai namamu saja.

Baiklah, aku hanya memiliki sedikit daya waktu menulis surat wasiat ini. Dengan bangga aku mewariskan kamar ini untukmu, untuk dirimu, warisan tanpa namaku, untuk dirimu keturunan tanpa namaku, untuk dirimu, entah tanpa tanda tanya. Tak semua entah patut dipertanyakan, kadang kita membiarkannya bias untuk membuatnya jelas, jelas bahwa ia bukan untuk sebuah misi identifikasi.

Kamar ini memiliki rahasia besar. Kau tahu apa rahasia itu?

Di kamar inilah,kita pertama kali bertemu. Iya, pertemuan yang berbeda, beda dunia, beda hasrat. Aku di sini di tempat yang kau yakini, dan kau di dalam kamar warisanku. Kita tak pernah bertemu sebelumnya. Aku senang kau pulang dengan mimpi yang kini bewujud, begitu jelas, kau me"nyata" kan mimpimu, nak. Hapuslah nama Gandi di dirimu, aku tak ingin memanggilmu Gandi lagi, aku ingin kau hidup tanpa nama, karena mereka hanya mencintai namamu, biarkan tak ada yang memanggilmu, sebentar lagi Tuhan akan memanggilmu, itulah panggilan yang aku harapkan, dan kita betul-betul akan bertemu. Aku melahirkanmu sebelum kau sempat mengenaliku, nak. Selamat atas mimpi yang kau raih, aku senang kau telah pulang. Satu rahasia lagi, di kamar inilah, di atas tikar lusuh yang jadi alas dudukmu, aku mendengar tangisan pertamamu setelah keluar dari rahimku. Kau Gandi Firmansyah, sebuah nama tanpa nama. Inilah warisanku. Jadikanlah kamar ini tempat yang kau rindukan, meski rindu itu menahun, meski akan berlumut.

Selalu menyebutmu di ujung bibir, dan merasakanmu hingga batas perasaan.

Matar

(sekuel terakhir MATAR DAN GANDI)

Chat Room Bloofers