Jumat, 22 April 2011

BUKAN KARTINI

Maaf nak, aku bukan Kartini. Aku bukan wanita yang dibuatkan lagu khusus, mendengung di telinga anak-anak SD ketika belajar kesenian.

Maaf, nak, aku bukan Kartini. Aku bukan wanita yang terpampang wajahnya, terbingkai rapi di dinding-dinding rumah.

Maaf, nak, aku bukan Kartini. Aku bukan wanita yang memperjuangkan sebuah kata yang akan melegenda, akan terisak seperti tangis, akan menggaung seperti teriakan, hingga ia tak mampu dianalogikan lagi, "EMANSIPASI".

Maaf, nak, aku bukan Kartini. Aku hanya wanita yang begitu bangga menaungimu dalam rahim, memebesarkanmu dengan tangan lemah, memberikanmu minum dengan air susu, melihatmu jingkrak ketika aku menghapus peluh sembunyi - sembunyi.

Maaf, nak, Aku bukan Kartini. Aku bukan wanita yang dikenal semua wanita, menjadikannya idola, menjadikannya seorang tokoh yang besar. Mungkin selain ayahmu, hanya kaulah orang yang mengenalku.

Maaf, Gandi, anakku, aku hanya MATAR, ibumu, wanita yang kini beruban, wanita yang menyimpan rindu menahunnya, wanita yang selalu menyisakan tanda koma untukmu, wanita yang membaringkanmu setelah dongeng berkumandang di telingamu, wanita yang kini terbaring di tikar lusuh, hanya mampu menulis surat-surat kehidupan untukmu, agar engkau mampu berjuang, memelas peluh, merenungi darah, mencintai rahim wanita.

Aku ini Matar, bukan Kartini. Aku ini Matar yang begitu lemah mengabaikan emansipasiku untuk anakku, Gandi Firmansyah.

Jumat, 15 April 2011

RALAT

Memulai dari awal, bukan melanjutkan. Sepertinya, aku kembali, tapi entah mengapa aku masih konstan? Ini sebuah perjalanan, RALAT! aku hanya diam.

Sepuluh meter dari sini ada simbiosis mata kita, saling, ketergantungan pada titik temu, RALAT! aku nyata-nyata buta.

Bahkan, ketika sementara mengalahkan kita di pusaran entah, kita tergulai melihat langit yang sama, RALAT! aku tertidur pada saat itu.

Seperti analogi yang menyembunyikan sebuah selubung makna, kita terperangah, aku melucuti semua yang bisa dilucuti, RALAT! Aku menangis pada saat itu.

Satu, dua, tiga, aku menghitung sampai lidahku tak bergetar, RALAT! aku tak mampu menghitung.

Meredup di saat yang lain menerang. Itulah upayaku, RALAT! Aku bahkan menopang dagu saat itu.

5,6,7,8,9,10.........aHDJHFJSADCIASJDKJSAKJDSA, RALAT! Aku bahkan buta pada tanda.

Aku bermimpi di pelaminan, membacakan sumpah serapah tentang ikatan suci, RALAT! Aku dibangunkan oleh kenyataan.

Di mana susunan tulang belakangku? RALAT! Aku lemas tak bertulang bertahun-tahun lamanya.

Sampai kapan menimbulkan pertanyaan? RALAT! Aku ini hanya jawaban tak berguna.

Sampai kapan membenci? RALAT, cinta juga membenci, membenci kebencian.

Sudahlah, RALAT! Aku tak bisa berhenti sebelum Dia menghentikanku.

RALAT.......

Karena semua jejakku adalah kesalahan yang perlu perbaikan, di sanalah aku merindukanmu, dan di sanalah salah satu bagian kehilanganku.

Aku lupa, berusaha lupa, memaksakan lupa, RALAT.....!!!
Aku bahkan lupa bagaimana melupakanmu.

Rabu, 13 April 2011

SPASI

Harus pada siapa....?
Ikatan ini sungguh renggang. kita tak lagi serapat dulu menata barisan, tidak seceria dulu lagi ketika berada dalam lingkaran. Tidak seperti dulu lagi. Jangan harapkan itu, karena setiap saat keadaan akan berubah, kita tidak mungkin seperti dulu selamanya.

Jangan kecewa pada perubahan, itu hal mutlak.

Semiotika. Ituah caraku memahamimu, menafsirkan banyak persepsi dari tanda yang kau kibarkan. Selebihnya, aku sangat bodoh, tak sebesar yang kau perkirakan. Perkiraanmu salah.

????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

(............................................??????????????????????????)

?????????????????????????????????????????? , ??????????????????????????????????????

Perhatikanlah, di antara semua tanda itu! Semua tanda tanya yang mewakili kemisteriusanku, tanda titik yang mewakili kesemrawutanku, aku menyelipkan satu tanda koma di jaraknya. Tanda koma itulah dirimu, tanda yang mewakili jeda kebosananku.

Minggu, 10 April 2011

KOPDAR BLOOFERS MAKASSAR







Meskipun tak secepat kilat, tak selihai tikus yang mengincar keju di dapur, aku baru saja menyelesaikan hajat yang tertunda. KOPDAR, begitulah kami menyebutnya. Sebuah ajang pertemuan fisik setelah beberapa kali bersua batin di dunia maya. Masih terngiang jelas di benakku ketika pertama kali menginjakkan kaki di rumah yang mereka sebut dengan istilah Blog Of Friendship ini. Tepat bulan Desember. Waktu itu, aku menyempatkan diri berkunjung ke rumah seorang sahabat yang membuatku jatuh cinta dengan tulisan tentang ibunya. Dari rumahnyalah aku mengenal rumah dahsyat itu. Akhirnya, tanpa rencana aku berkunjung ke rumah Bloof yang saat itu masih dihuni oleh manusia yang masih bisa dihitung jari. agak aneh juga rasanya. Akhirnya, saya menemukan suasana baru, suasana yang membuatku nyaman,membuatku seperti penghuni lama rumah itu,rumah yang dibangun dengan pondasi persaudaraan kuat.

Iri, sangat iri ketika penghuni kamar Bandung mengadakan KOPDAR untuk pertama kalinya. Saat itu, penghuni kamar Bandung memang dominan. Terbesitlah niat untuk menghimpun penghuni kamar Makassar lainnya, sekaligus menggagass niat untuk KOPDAR. Dengan susah payah, peluh tak terhingga, juga dengan jamahan bloofers Qefy, aku berhasil menghimpun belasan penghuni kamar Makassar. Niat untuk mengadakan KOPDAR semakin membahana.Suatu saat, Bloofers Nitnot mendeklarasikan diri akan berkunjung ke kamar Makassar di awal April. Jadilah kami menggagas rencana untuk KOPDAR. Sebagai penghuni yang dipercayakan sebagai panitia pelaksana KOPDAR, aku berusaha mengumpulkan mereka, para penghuni kamar Makassar, membuat satu ruang sederhana dalam ketulusan maksud untuk bersua secara lahiriah, Physical Meeting.

Meskipun sempat tertunda, akhirnya pada hari Sabtu sore tanggal 9 April 2011, Kampoeng Popsa, sebuah cafe di pinggir pantai Makassar berhasil menjadi saksi pertemuan kami.

Ada titipan pamungkas pada pertemuan itu. Melalui cerita ini, saya hanya akan fokus pada titipan itu, berhubung penghuni kamar Makassar lain sudah menceritakan banyak hal. Qefy menitipkan surat sambutan untuk para peserta KOPDAR, berikut ini adalah isinya

Dear Bloofers
Makassar

Assalamualaikum wrwb
Selamat Sore Bloofers?
keset - keset, welkom - welkom, hee...

Alhamdulillah, akhirnya Makassar berhasil mengadakan KOPDAR. Senang, melihat rekan - rekan di Makassar yang begitu semangat dan antusias. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada Mas Fadhli dan Mas Nitnot yang telah menggagas acara ini. Terima kasih juga yang telah menyempatkan hadir, Mas Arman, Kang Zulham, Mbak Pipi, dan Mbak Latifah, Mbak Yuni, Ekbess, dan lain - lain.

Kawan, selamat kopdar!
Ruh persahabatan Bloofers semakin hari semakin menjamur, semakin semarak dan semoga semakin bisa dinikmati oleh para blogger di seluruh penjuru tanah air. Saya yakin ketika para blogger bahu membahu membangun citra yang baik, murni dan kreatif maka bersiaplah setiap kata yang tergores akan memiliki nilai.

"Sahabat Bloofers, saya menulis surat ini dengan terburu - buru karena mengejar Teh Patmah akan segera berangkat."

Rekan - rekan Bloofers, barusan Malaikat berbisik, "Qef, sampaikan salam kebahagiaanku untuk Bloofers Makassar. Mereka sangat baik, peduli, hangat, akrab dan bersahabat. Sore ini, mereka pasti menata rambut dan pakaiannya dengan rapi, cakep dan serasi. Semua pasti terkesan happy dan elegan."

Tak lama kemudian, setelah malaikat selesai menyampaikan salam dan pujiannya, datang seekor Etawah cantik dengan senyum yang cerah dan bulu mata yang lentik berkata: "Qef sampaikan juga salamku untuk mereka. Aku bangga sekaligus takjub dengan mereka Qef, aura persahabatn kalian sangat kental. Saya ingin berjumpa dengan mereka. Terutama yang selalu memanggil - manggil namaku hingga telingaku kepanasan!"

Hehehehehehe...!!!

Bloofers, tak banyak yang ingin saya sampaikan. Mungkin hanya ini coretan sederhana sebagai rasa persahabatan kita. Ada salam dari Bloofers Bandung, juga kepada Teh Patmah, terima kasih banyak bersedia hadir dan sebagai perwakilan Bloofers lainnya. Mohon doanya untuk sobat Aulia Rahmah yang sedang sakit. Semoga lekas sembuh.

Baiklah, semoga persahabatan itu selalu hadir.

Senang bisa berbagi, ditunggu kota lain yang pastinya semakin bersemangat mengagagas KOPDAR.

Dia Rediana Putra.


NB:
Foto pertama adalah foto background tempat KOPDAR

Foto kedua adalah foto surat titipan Kang Qefy
F
oto ketiga adalah ibu - ibu bloofers. dari kiri ke kanan: (Atun, Teh Patmah, Ekbess, Latifah Ratih, Pipi, Yuni)

Foto bapak - bapak bloofers. Dari kiri ke kanan ( Kak Arman, mas Nitnot, Saya, Halim, Kak Anto)

Fotokami bersama minus Arman yang bertindak sebagai fotografer.

Jumat, 08 April 2011

SURAT UNTUK GANDI

Aku sudah membaca suratmu. Maafkan aku, nak, aku baru bisa membalas semua suratmu. Selama ini aku sibuk mempertaruhkan mimpiku pada kenyataan. Aku berani mempertaruhkan semua mimpi itu karena sampai kapan pun aku masih percaya padamu.

Gandi, anakku, aku masih mengingat semua, mengingat kepalamu yang bersandar di pangkuanku, kedua lenganmu yang melingkar di perutku, ujung bibir yang merapat di keningku, semua itu masih tersimpan dalam air mata rinduku, rindu yang selalu bertahan, rindu yang selalu terjaga, rindu yang semoga takkan punah.

Bertahun-tahun sudah aku melepasmu, membiarkanmu menemukan mengapa kau hidup dan mengapa kau akan mati. Aku tahu sekarang kau sedang galau, gersang, kering, bias, terseret arus waktu. Aku tahu kau terus mengecewakanku, melupakan mimpi memang sangat menyakitkan. Aku tak sekalipun mengubur harapan padamu, semua demi memenangkan pertaruhanku. Jangan anggap rahimku sebagai tempat bermulamu, dari harapanlah kau terlahir, harapan itu akhirnya diiyakan oleh Tuhan. Kelahiranmu adalah mimpi nyata yang bisa aku wujudkan, itulah pencapaian terbesarku, nak.

Kamu sedang patah hati? Berkali-kali kau menyuratiku dengan kata-kata sayu, tergambar wajahmu pada aksara-aksara lemah itu tentang cinta yang selalu gagal, cinta yang tak bermuara. Tetapkanlah cintamu untuk suatu saat nanti, untuk saat ini, dan untuk masa lalu, semua ada bagiannya. Percayalah, akan ada cinta yang bisa membuatmu merasa tidak risau lagi. Jangan khawatirkan itu, doaku selalu ada di sini, di situ, di sana, di setiap kau mengingat dan setiap kau lupa.

Gandi, saat ini aku terbaring lemah, sakit, masih tergelepar di pembaringan udara, aku merindukanmu. Tapi, janganlah pulang sebelum menemukan alasan mengapa kau hidup dan mengapa kau akan mati. Air mataku bukan kesedihan, nak, tapi sebuah kebanggaan karena Tuhan telah mempercayakan rahimku untukmu. Aku rela menendang malu, menelan air berduri hanya demi meresap saripatinya untukmmu. Aku ingin kau tahu bahwa jarak tidak pernah memisahkan, jarak akan menyatukan kita di udara, di mimpi, di penantian, dalam rindu yang terjaga.

Gandi, anakku, sekian dulu. Aku harus minum obat dulu, angin yang berhembus di sini terlalu kencang, aku tak mampu menangkap satu atom darinya, hanya itu obatku, atom-atom kerinduanmu. Sebelum aku mengakhiri surat ini, aku menitipkan satu pesan padamu.

"Mimpi yang terlupa hanyalah mimpi yang merindu. Jagalah kerinduannya, puaskan, datangi, bangun kembali, ketika runtuh, bangun kembali, ketika punah, harapkan kembali, semua belum berakhir. Satu detik menjelang ajalmu masih cukup untuk merumuskan, membangun, dan meniatkan mimpimu."

Doaku di udara menyertaimu,

Matar

Kamis, 07 April 2011

KETIKA

Ketika sedang, ketika sementara, ketika tengah, ketika - ketika itu berteriak mengurung kita dengan satu penjara hebatnya.

Di sini, tokoh itu hanya separuh, karena ketika - ketika itu mengkondisikannya, antara kenyataan dan sebuah usaha. Antara keharusan dan sebuah peluang, mengkondisikan, memenjarakan.

ketika redup, ketika terang, ketika hatimu gelap. Ketika kau minum, ketika kau haus, ketika kau makan, ketika kau lapar. Semua ketika.

Ketika merasa, ketika itu indah, ketika itu biasa-biasa saja, ketika kalian, ketika kita, ketika mereka, ketika kalimat, ketika keadaan mengiyakan, ketika Tuhan mengijinkan, itulah.

Kita bertemu, kita saling mengenal, saling berbuat, mensubjekkan diri, mengobjekkan mereka, kemudian berpisah, itulah ketika. Ketika ruang dan waktu tak mampu dikuasai, ketika kesempatan masih ada. Maka aku pun mencintaimu dengan ketika, ya...ketika, ketika Tuhan masih mengiyakan.

Chat Room Bloofers