Sabtu, 22 Februari 2014

Ada Tabungan Di Belahan Dadamu

Entah berapa banyak,
tampaknya bra tak mampu lagi menampung
hingga mereka sedikit menampakkan wajahnya.
Katamu dengan begitu kau kelihatan kaya
dan lelaki yang menemukanmu akan segan membayar murah.
Untuk semalam yang menuntaskan birahi lama lalu melahirkan birahi baru.
Untuk sepanjang hidup yang memaksamu menabung malu
di kedalaman belahan dada.

Rabu, 19 Februari 2014

KATA CINTA

Di bibir sebuah meja perdebatan, tiga orang membahas cinta:

Orang pertama mengatakan cinta adalah kata benda.
Sebab ia diberi dan dibagi.
Orang kedua membantah. Katanya cinta itu kata kerja.
Sebab ia memberi dan membagi.
Orang ketiga berbeda. Baginya, cinta ialah kata sifat.
Sebab memberi dan diberi, juga membagi dan dibagi adalah tabiat cinta.

Perdebatan terus berlanjut dengan bukti.
Dari semua bukti yang ada di kepala tiga orang itu, hanya satu yang nyata:
Cinta berhenti hanya sebagai kata.

Rabu, 12 Februari 2014

Surat Singkat Menjelang Sore

Hai Eva. Benar adanya surat ini kutujukan kepadamu. Benar pula adanya surat ini kutulis untukmu. Jarak menyatukan beberapa jarak, waktu menyatukan beberapa waktu, tempat menyatukan beberapa tempat. Mungkin kita tidak sedang bersama, tetapi kita punya kesenangan yang sama kan? Meneguk cappuccino.

Hai Eva. Benar adanya surat ini kutujukan kepadamu. Benar pula adanya surat ini kutulis untukmu. Tidak banyak hal yang aku ketahui tentangmu, kecuali cerita-cerita atau apa saja yang kau benamkan di blog pribadimu. Aku meyakini satu hal, menulis surat tidak melulu untuk orang yang istimewa. Sebagai orang yang tidak spesial, kau adalah orang yang kuat bagi kata-kata yang aku tuliskan di surat ini. Mengapa kuat? Sederhana saja, Eva. Kebanyakan orang menulis tentang sesuatu yang menarik, seseorang yang penting, seseorang yang dicintainya. Tetapi kau, seorang yang bagi saya biasa-biasa saja tetapi mampu menjadi topik dan obyek utama surat ini. Lalu semakin sederhananya pula, kau mampu menarik perhatianku, mengulik dan mengulas banyak hal, meraih beberapa sudut pandang hingga aku berani menulis surat ini.

Hai Eva, benar adanya surat ini kutujukan kepadamu.Benar pula adanya surat ini kutulis untukmu. Juga benar adanya surat ini tak semanis wajahmu. Pun begitu, benar adanya surat ini cukup singkat. Dan, yang paling benar adanya bahwa surat ini adalah bentuk ketidaktahuanku terhadapmu, tidak seperti surat cinta kebanyakan. Yang tidak benar adanya adalah surat ini kutulis dengan tidak bersungguh-sungguh.

Tetaplah cemerlang hingga teguk terakhir.
Mari ngopi.

Salam,

Fadhli Amir
@Botsun

Senin, 10 Februari 2014

Sajak Pagi

Aku ingin bangun lebih awal
Sebab aku lelah meninggalkan pagi
Sesekali aku ingin dijemput atau menjemput matahari

Maka, di suatu pagi aku memaksa diri mengabaikan kantuk
Menuju balkon lalu duduk
Menyeruput kopi lalu membiarkan gelas sendirian

Sungguh menyenangkan menyaksikan matahari masih duduk
Lalu seorang ayah bersama anaknya menghampiri sampah dan membakarnya

Saat itu, nyala api tak secerah matahari pagi
Tetapi nyali hujan tak securah air mata

Makassar, Desember 2013
Fadhli Amir

Sabtu, 08 Februari 2014

Seorang Ika Mekar Di Salihara

Duhai Ika Fitriana, pertama kali membaca tulisanmu, seperti kau titisan Joko Pinurbo. Entahlah, itu penilaianku. Sebenarnya semua pribadi menarik, saya percaya itu. Tetapi di dalam pribadimu ada yang lebih dari sekadar menarik, mungkin bisa dikatakan menjerat. Saya sering menulis sesuatu, entah itu surat atau puisi untuk seseorang yang saya anggap berpengaruh untuk kehidupan saya, atau orang-orang yang punya keunikan dan daya tarik tersendiri. Beberapa di antaranya adalah orang-orang yang istimewa. Sulit menempatkanmu di posisi mana. Untuk pertama kalinya pun, saya kehilangan kata-kata manis menggambarkan seseorang, mungkin sudah dijarah semua olehmu.

Suatu saat, saya bertemu dengan sebuah puisi yang begitu lembut, singkat, padat, namun lengang. Puisi itu terasa sangat bergizi dan lapang dalam waktu yang bersamaan. Izinkan saya mengutip puisimu di sini:

Ada bunga mekar di Salihara

Sebuah bunga mekar di Salihara
Berlari-lari gembira
Binaran matanya
Mana bisa bahagia bersembunyi selamanya?

Ia, bunga yang kita kenal kemarin
Yang melayu di antara pekak telinga
Yang menyusut
Mengeriut
Tanpa nyali

Sebuah bunga mekar di Salihara
Dan kita tahu dari binaran matanya
Mana bisa bahagia tersembunyi selamanya?


Puisi ini membangunkan kesenangan menulis lagu yang sudah tidur bertahun-tahun. Terima kasih untuk itu, untuk puisi yang indah, lirik untuk laguku yang setiap kali menyanyikannya, aku merasa bangga.

Ada satu hal yang menarik di balik lahirnya puisi ini. Di Salihara, diskusi "Perempuan Pencipta Narasi" itu justru tidak menarik bagimu. Matamu yang menjelajah ke mana-mana justru melahirkan beberapa puisi pendek, salah satunya puisi yang begitu aku sayangi itu. Mohon izin menyanyangi puisimu. Tuhan, mohon izin menyayangi hambaMu Ika Fitriana ini.

Saya membicarakan banyak hal denganmu. Setelah membaca ini, kumohon padamu, bacalah puisi kesayanganku itu, dengarlah lagunya. Bila doaku dikabulkan, kata bunga di lagu dan puisi itu akan berubah lalu berbuah menjadi namamu.

Selamat datang di kehidupanku.
Bersemangatlah.

Kamis, 06 Februari 2014

Untuk Raisa Andriana (@raisa6690)

Kepada Yang Cukup
Raisa Andriana
Di
Mata dan Hatiku

Dari begitu besarnya kerumunan penggemar, sangat sulit bagiku terlihat menonjol, atau bahkan terlihat sebagai satu-satunya orang yang melihatmu bernyanyi dengan binaran mata yang berlari melampaui waktu. Sebab itulah, aku menulis surat ini.

Setelah itu, Raisa, percayalah tak banyak yang menjadi penggemarmu ketika kau masih orang biasa, namamu belum menggema. Aku salah satunya, mungkin satu-satunya, kuharap satu-satunya. Aku telah menjadi penggemarmu sebelum jutaan orang mengenalmu melalui beberapa video yang kau unggah di Youtube. Itulah takdir yang kusyukuri.

Aku tak memasang potretmu di dinding kamar, di desktop background. Aku juga baru sekali menyaksikan kau bernyanyi secara langsung, hanya duduk manis, memeluk lutut, tanpa teriakan histeris. Namun ketahuliah, aku mendengarkan lagu-lagumu sembari mengingatmu sebanyak waktu tak mampu menghitungnya.

Ada 3 bagian yang aku suka darimu:

1.Suara
Semua penggemarmu menyukainya. Aku tak berani mengatakan bahwa aku yang paling menyukainya. Sebab semua orang akan mengaku seperti itu. Cukuplah suaramu itu angin dan telingaku sehelai daun yang akan gugur. Terima kasih telah membumikanku.

2.Mata
Entah berapa orang yang menyukai matamu. Berapa binar yang merekah kala menatap matamu. Aku tak tahu berada di angka berapa untuk urusan itu. Tak seperti nelayan yang butuh jala dan umpan, cukuplah sepasang matamu terbuka entah menatap siapa, aku pasti terjerat dengan sukarela dan pasrah.

3.Aku
Menjadi aku adalah peran yang menyenangkan. Menjadi aku adalah menjalani hidup sebagai seseorang yang menyukaimu. Bukankah itu menyenangkan, Raisa? Andai aku bagian penting dalam hidupmu, dan aku senang berandai-andai.

Sebenarnya kekagumanku tidak cukup dengan surat ini. Aku ingin memberimu lebih, 085796702457 nomor teleponku. Teleponlah aku, bernyanyilah untukku. Oh iya, ketika semua cermin dan kamera di dunia ini rusak, punah selama-lamanya, datanglah padaku, tataplah mataku, lalu bersyukurlah betapa indah dirimu di salam sana.

Apa? Kau juga kagum kepadaku? Ingin beradu? Sekadar informasi, aku lahir dua hari sebelum kau dilahirkan. Itu artinya aku punya waktu 2 hari lebih banyak mengagumimu.

Bersemangatlah,


Fadhli Amir
@Botsun

Chat Room Bloofers