Jumat, 31 Desember 2010

TITIK TERPENTING WAKTU

Entah energi apa yang tersimpan dalam 1-1-2011 ini. Saya tidak merayakan kedatangannya seperti orang-orang lain. Tapi, ada kekuatan yang menggerakkan jari-jari saya untuk menulis, seolah menulis sesuatu di tanggal ini adalah momentum yang tidak bisa dilewatkan.

Apa makna di balik waktu? Apakah perjalanannya hanya penting pada titik tertentu? Kita merayakan pergantian tahun, sama saja merayakan perjalanan waktu pada titik itu. Tapi kenapa hanya pada titik itu? Kenapa hanya pada titik-titik tertentu lainnya? Kenapa perjalanan waktu, perpindahannya yang terus menerus dan tidak pernah mengalami akselerasi hanya menarik perhatian manusia pada titik-titik tertentu?

Pergantian tahun sama sekali tidak mengganti peranan waktu, juga tidak menghilangkan esensinya, apalagi menghentikan perjalanannya, kenapa mesti dirayakan?

Apakah pencapaian manusia itu bergantung pada titik-titik tertentu dari waktu itu? Ataukah waktu itu hanya penting pada titik-titik tertentu?

Jika betul seperti itu, berarti selama ini perjalanan waktu dari detik ke detik, menit, ke menit, jam ke jam, hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, tahun ke tahun, dan abad ke abad, sama sekali tidak ada artinya. Perjalanan waktu sehari-hari yang membentuk angka yang semakin besar sama sekali tidak ada artinya. "Bagaimana dengan kemarin ketika kau hanya tidur seharian, melupakan kewajiban, mengabaikan keharusan, apakah karena waktu pada titik itu tidak penting bagimu?"

"Toh, ada pencapaian yang menunggu kita di titik itu, titik yang membuat waktu istimewa dan patut untuk dirayakan."

Maka,kita menginginkan pencapaian, dan mengabaikan perjalanan menuju pencapaian itu. Seperti kita yang merayakan tahun baru, kemudian melupakan waktu-waktu yang selalu penting untuk dihargai jauh sebelumnya dan entah setelahnya.

Senin, 27 Desember 2010

KANVAS

Saat ini aku memiliki kanvas, kanvas tanpa kuas, tanpa cat, juga tanpa buah pikiran. Kanvas ini kubiarkan kosong, karena kanvas putih ini adalah lukisan terindahku untuk mengawali tahun yang baru lagi. Hampir di setiap penghujung tahun aku melukis banyak mimpi, banyak cita, banyak doa, banyak calon pencapaian, tapi semuanya belum bisa membutaku berubah.

Pergantian tahun hanyalah perjalanan biasa dari sang waktu. Hanya membubuhkan kesempatan bagi orang untuk kembali menata mimpi baru, atau memutihkan harapan lama yang sempat usang karena tak sempat terjamah. Kemudian, aku lebih menyukai menitihkan air mata di penghujung tahun, agar sekiranya, aku mengerti betul bahwa semua yang terlewati adalah kegagalanku, kegagalan karena aku masih merasa kurang hidup,kegagalan juga karena aku sudah puas dengan hidup,juga kegagalan karena aku sudah merasa lebih dari hidup.

Kanvas putih di hadapanku, membiarkannya kosong adalah pekerjaan terbaik saat ini. Agar tak ada beban di kemudian hari, agar tak ada tumpukan mimpi-mimpi yang tak mampu terbangun, agar masih ada harapan untuk kembali membiarkan putih tetap putih, dan kosong tetap kosong. Kosong bukan berati tidak berisi.

Tahun ini aku akan menutup perjalanan dengan wajah kanvas yang kubiarkan memutih, aku hanya perlu sedikit senyuman untuk mengimbangi air mataku.

Aku bukan pemimpi, aku hanya seseorang yang menginginkan sesuatu. Bagiku mimpi dan keinginan berbeda, mimpi hanya mimpi yang berbatas pada alam bawah sadar saja, aku tak ingin mengkonotasikannya, maka keinginan adalah sebuah harapan dalam diri yang aku inginkan menjadi sebuah kenyataan, atau memilihnya sebagai takdir, jika aku bisa memilih takdir.

Kanvas yang putih kubiarkan tetap putih. Saat ini sebenarnya aku tengah melukis keinginan, keinginan untuk kosong, kosong selalu seimbang, tidak dominan pada satu arah, juga satu apapun itu. Maka aku melukis keinginanku untuk seimbang, semoga waktu mendatang, aku bisa menjadi manusia yang mampu memanusiakan diriku sendiri, kemudian seperti kanvas putih yang kosong, seimbang, berbicara tentang banyak hal, dan mampu menerima banyak warna.

Aku melukis keseimbangan yang belum bisa aku dapatkan, dan semoga bisa aku dapatkan. Semoga kalian yang berkeinginan mampu menyeimbangkan keinginan itu, terlebih aku yang nyata-nyata menginginkan keseimbangan itu.

Aku tak ingin bermuluk-muluk ria, mendaftar jutaan mimpi, kemudian mengabsennya satu-satu di waktu yang sudah aku rencanakan. Terkadang rencana membuatku tidak alami.

Baiklah, aku mengakhiri lukisanku, masih dengan kanvas yang kubiarkan putih, itulah citaku, itulah keinginanku yang semoga tidak akan berubah wujud menjadi mimpi.

Selasa, 21 Desember 2010

MATAR III

Aku menghabiskannya kali ini. Aku bermaksud mengakhiri kelancanganku menuliskan banyak aksara tentangmu. Matar, aku ingin rehat sejenak, rehat dari kebisingan otakku. Untuk hari ini saja, atau untuk sedetik setelah aku berhasil mengakhirinya.

Matar.....aku masih memelihara semua obsesiku, satu per satu obsesi itu sempat usang, namun aku bisa membuatnya kembali berkilau, tak juga terlalu berkilau, karena itu bisa membuatmu silau.

Matar....pertemuan kita selalu berati buatmu, tapi memalukan bagiku, memalukan karena aku tak mampu membuuahkan apa-apa untukmu. Aku tahu kau tak peduli itu. Seperlunya saja, tidak usah berlebihan, tapi kau selalu belebihan, Matar. Meskipun begitu, harus aku akui bahwa kali ini ada satu pengecualian. Ketika orang bijak mengatkan dengan kuantitas yang banyak, "Segala yang berlebihan itu tidak baik." Saat itu terjadi pengecualian untukmu. Semua hal berlebih yang kau berikan tidak pernah menyusahkanku.

Matar...haruskah aku mengumbar identitasmu di sini? Agar semua orang tahu betapa aku mencintaimu. Kecintaanku terhadapmu sebenarnya takdir, takdir yang aku inginkan, berbeda dengan kecintaanku pada yang lain, di mana aku menyamakan semuanya sebagai takdir yang mesti aku lakoni. Kau itu berbeda, Matar.

Matar.....aku tak pernah mengetahui apa yang terdampar di balik langit, juga yang tersirat di dalam kerumunan udara. Saat ini,aku hanya ingin menjadi atom-atom yang mampu mengkuadratkan diri membangunmu menjadi sebentuk yang utuh, kau utuh, seutuh cinta dan kecintaanku. Aku sengaja membedakannya, cinta itu pemberianmu, sementara kecintaan hanya keterbatasan rasa sebagai persembahan kecilku untukmu.

Matar.....aku menitihkan air mata yang tengah mendidih, mengelupaskan bentangan kulitku. Aku membiarkannya terasa pedih sampai bumi mengabaikannya. Sekarang yang menjadi bebanku bukan lagi perkara ketakutan, melainkan perhelatan dunia yang membuatku tidak hanya meninggalkanmu,tapi juga melupakanmu. Aku masih lemah, Matar, maka itulah yang aku pikirkan.

Matar...setidaknya sampai detik ini aku masih mencintaimu, semoga keyakinanku tetap terjaga sampai aku melupakan waktu, atau sampai aku melupakan sesuatu yang senantiasa mengindikasikan.

Matar....selamat, selamat karena kaum mu menjadi idola kaum ku. Matar....kau berbeda, kau tak pernah sama, kau dinamis.

Matar....kau hujan yang kugambarkan.
Matar....terima kasih telah melahirkanku.

DOA ORANG GILA

Tuhan....aku orang gila ingin berdoa. Doa ini sudah lama aku persiapkan.
Tuhan....hidup begitu mudah, mengapa manusia membuatnya sulit?

Tuhan...Engkau menyulitkan kemudahan agar manusia berusaha, mengapa manusia memudahkan seGala daya?

Tuhan.....hidup itu nyaman, mengapa manusia membuatnya penat?
Tuhan.....Engkau menyerawutkan kehidupan agar manusia mengenal syukur, mengapa manusia mengabaikan penderitaan?

Tuhan....hidup itu rasa, mengapa manusia mengejar kepuasan? Kepuasan bukan rasa, Tuhan, kepuasan itu penjajah, kepuasan tidak pernah memberhentikan kerja nafsu.

Tuhan.....aku orang gila ingin berdoa, doa yang sudah lama aku persiapkan.

"SEIMBANGKANLAH HIDUP KAMI"

MATAR II

Aku kembali dengan pertanyaan yang masih sama, kapan aku akan menjadi manusia? Oh, iya, maaf aku belum bisa menepati janji, aku berjanji tak akan berjanji lagi. Aku tidak ingin kau mengharapkan lebih padakau untuk sesuatu yang masih berada dalam ketidakpastian. Perjalanan waktu terasa sangat cepat, dan yang berhasil aku lakukan adalah menumpuk semua obsesi-obsesi kecil di kepalaku. Sekarang aku kewalahan menampungnya. Sempat terlintas untuk menguburnya dalam-dalam, tetapi aku mengingat pesan terakhirmu, "Jangan buang apapun yang sudah berada dalam bagianmu!"

Aku masih mengingat itu, Matar. terlebih lagi semua lafazmu yang bisa aku rekam baik-baik. Seandainya aku bisa merekam suara aliran darahmu, maka pastilah aku akan menyimpannya.

Oh, iya....ada satu hal yang selalu kuingat dari gerak bibirmu. Ketika aku menjadikan waktu sebagai pembelaan, kau dengan gesit menegurku. "Jangan jadikan waktu sebagai jawaban atas semua usahamu, tapi jadikan dia sebuah pertanyaan, masihkah kau berada di sana keesokan harinya?" Begitu katamu.

Matar.....kau masih di sana kan? Masih di depan pintu menantiku pulang membawa apa yang kau benamkan padaku? Jika iya, aku ingin bertanya padamu, jika aku berhasil meraih obsesiku, masihkah aku berada di sana pada waktu yang menjadi ketetapan? Atau masihkah kau berada di sana di saat aku pulang?

Aku mempertanyakan peristiwa karena waktu, Matar. Ketakutan terbesarku, waktu bukan hanya jadi pertanyaan seperti yang kau ajarkan, tetapi juga menjadi jawaban perpisaha kita sebelum keinginan.

Senin, 20 Desember 2010

MATAR

Setiap hari kita bertemu, tapi kenapa aku masih rindu?
Haruskan rindu itu berjarak waktu yang lama...?
Maka aku rindu merindukanmu, seperti saat ini, kala sebuah penetapan diriku yang semakin terobsesi untuk menjadi manusia

Lucu ya...aku menerawakan semua hal yang membuatmu menangis.

MATAR....kalau hari ini aku masih terobsesi untuk menjadi manusia, itu karenamu, karena aku masih belum bisa mengobsesikan dirimu, maafkan diriku, sepertinya rasa cinta itu tak lebih dari takdir buatku. Pertemuan kita selama ini aku jauhkan dari pemikiranku, karena aku sudah lama memahaminya.

MATAR.......kalau kau membaca pesan ini, biarkanlah lagu itu menemanimu, kemudian secangkir teh yang aku seduh dengan obsesi kemanusiaanku, hanya itu yang bisa aku sisipkan di setiap waktu luangmu.

MATAR....aku semakin sering menuliskan pesan untukmu, pesan yang aku tak tahu kapan kau akan membacanya. Aku menuliskannya dengan keyakinan kau akan membacanya jika obsesiku menjadi manusia bukan hanya bahan tertawaanmu.

MATAR....aku sudah melupakan wajahmu, aku begitu mudah merusak bingkisan itu, aku merahasiakan hatiku untuk bisa aku buka ketika sudah merasa tepat.

Sekarang aku berada di tempat yang hanya ada satu cahaya, yakni jiwa-jiwa kesepian akan sebuah penerapan kemanusiaan. Aku masih belum bisa menuliskan namaku dengan baik, makanya aku menyamarkan alamat pesanku kepadamu.

MATAR, aku masih berusaha menjadi manusia, manusia yang mampu memanusiakan manusia, bukan sekedar fisik yang menjadi kebanggaan.

MATAR...haruskah setiap saat aku mengulangi kata cintaku padamu? Aku tak mau mencintaimu berlebihan, secukupnya saja, agar tidak hambar tidak pula membuatku terlalu puas, cukup itu sejahtera, MATAR.

MATAR....aku akhiri dulu, aku bahkan belum tahu tujuanku menuliskan ini untukmu
Tunggu aku dengan obsesi yang mati!

KOMPENI

Setujukah Anda kalau saat ini dan sampai waktu yang tidak ditentukan, manusia masih diselimuti penjajahan suasana?

Terkadang,bahkan sering kita mengalami disposisi batin, disfungsi logika, juga manuver gagal kata hati. Suasana sangat kejam mendalamai sampai merasuki kebiasaan. Hari ini kita sedang nyaman sendiri, besoknya bisa saja suasana mengabari kita tentang kebersamaan. Hari ini ideologi sangat menjanjikan menuntun konsistensi, besok, itu semua tidak ada artinya.

Hari ini jatuh cinta, mungkin suasana mendukung, besok, ketika suasana tidak mendukung, cinta itu bisa berubah menjadi rasa bosan.

Seorang ayah tengah menikmati lagu jazz classic di pagi hari. Putranya menghampiri, menggubris, "Lemes banget, Pa, pagi-pagi itu cocoknya dengerin lagu-lagu yang up beat, biar semangat." Sang ayah tersenyum setelah menyeruput kopi tubruknya kemudian berujar santai. "Orang kalau mau semangat gak mesti dengerin lagu up beat, lagu mellow aja bisa jadi penyemangat, tegantung bagaimana kita menyikapi lagu itu, mentransfer energi di dalamnya menjadi segumpal semangat, jangan mau dijajah suasana!"

Saat ini, apakah kita masih dijajah suasana? Jika iya, mari kita meproklamasikan kemerdekaan kita darinya

Minggu, 19 Desember 2010

INCOMPLETE LETTER

(...........................................................)
a....k....u....

i........n......g......i.....n......

b........e......r......h.....a......r.....g......a.......

d.......i......m......a........t......a.........m.......u.......

(...........................................................)
s.......e......b......e........l........u.......m.......

s.......e......t......e.........l........a.......h........

m.......e.......n........j........a.......d......i......k......a.....n......k....u...........

S........E.......J......A........R........A...............H...........

Jika penghargaan itu salah, jadikan ia tak berharga.....

DARIPADA

Selalu ada pilihan di antara pilihan, jika semua pilihan tereliminasi dan menyisakan satu yang mesti, maka pilihan itu akan menjadi lebih baik. Lebih baik begini, daripada begitu. Hidup ini cukup bahkan lebih jika kita mencintai daripada itu.

Hari ini saya hanya bisa makan dua kali sehari, tidak apa-apa, daripada hanya satu kali sehari. Besok mungkin cuma sekali sehari, tetap saja tidak apa-apa, daripada tidak makan sama sekali.

Lagi, suatu hari saya tidak bisa makan sama sekali, tidak apa-apa, daripada saya tidak bisa minum juga. Kemudian, saya tidak bisa melewatkan apa-apa ke tenggorokan juga lambung saya, tidak apa-apa, daripada tidak mampu bernafas.

Selalu ada perbandingan dengan hal yang lebih kecil, maka kita akan merasa cukup atau lebih.

Bagaimana dengan ini....?

"Saya tidak bisa hidup lagi sedetik setelahnya."

Lalu arwah saya berbisik pada jasad yang sudah kesepian,"Tidak apa-apa, daripada kamu hidup berlumur dosa."

AKU GILA

Aku gila, dan aku sadar. Kesadaranku bertumpu pada keadaan psikologisku yang orang sering menyebutnya gila. Gila sebagai sifat dengan aksi yang tidak wajar, jauh dari kelaziman. Aku berbeda, maka aku gila.

"Whuahahahahahahaha......aku berteriak di tengah orang-orang yang diam, diam karena entah, entah karena tidak tahu, atau menyembunyikan "tahu" nya. Aku melantangkan suara, suara yang cukup lama terkubur dalam angan-anganku.

Lalu, mereka meneriakiku, "Kamu gila....!!!"

Tidak apa-apa, setidaknya aku berhasil membuat mereka bersuara. Selanjutnya, nafasku berteman dengan nafas-nafas mereka yang kembali diam. Kali ini sudah samar alasannya, mereka takut salah. SALAH....? Bukannya itu bagus, supaya kau kenal dengan pencapaian yang namanya BENAR. Lagipula, dalam kebenaran manusia, pasti terselip kesalahan, kesalahan dalam bahan baku,pengolahan, dan proses pelepasan.

Aku meneruskan kegilaanku, kegilaan yang aku sadari. Aku menertawai perutku yang masih miskin. Aku terbahak-bahak dengan badan yang semakin kurus.

Lalu, mereka meneriakiku, "Kamu gila....!!!"

Tidak apa-apa, setidaknya aku kembali berhasil menyuarakan mereka. Hal yang aku lakukan memang terbalik, aku menginginkan pandanganku hanya dari mataku saja, kemudian aku mengabarkannya pada mata-mata lain yang masih belum bisa memandang pandanganku.

Waktu menunjukkan pada kegelapan, lampu-lampu jalan terbangun seketika bermaksud memberikan penerangan. Lantas, aku berteriak,"Kenapa gelap sekali?"

Lalu, mereka meneriakiku lagi, "Kamu gila....!!!"

Kali inI,aku sudah bosan, aku berhasil membuat mereka bersuara, tapi mereka hanya bisa mengatakan itu, "Kamu gila....!!!". Siapa yang sebenarnya gila?

Kegelapan bukan semata-mata persoalan cahaya, akan tetapi di mana kau menjadi buta akan pilihan, keputusan, kebijakan, tidak mampu membedah perasaan. Cahaya ada di mana-mana, tapi akan menggelapkanmu tentang sudut yang tidak tersentuh pembaharuan, tidak tersentuh kelengkapan, juga tidak tersentuh keharusan. Kau merasa terang, tapi dengan sendirinya menggelapkan pemikiranmu tentang apa itu terang. Terang soal kebersamaan, bukan perseorangan. Suaraku mungkin hanya seorang, tapi aku peruntukkan kepada orang banyak yang masih sebagian, juga sebagian yang terlampau banyak.

AKU GILA...................

kenapa tidak ada yang berteriak? Aku sadar aku gila, dan aku mengakui itu. Mengapa kalian tidak berkomentar? Kalian meragukan kejujuran juga kesadaranku bahwasanya saat ini aku memang gila...?

Kalau begitu, aku bangga menjadi orang gila, karena mata, telinga, hidung dan batinku mampu menjangkau banyak dunia.

Dunianya hanya bisa direngkuh oleh orang gila, dan pada saat itu, aku akan meneriakkan suara padamu, "KAMU GILA....!!!"

Sabtu, 18 Desember 2010

BAIKLAH

Aku hancur maka tertawakanlah, setelah kau puas maka bangunkan aku. Jamahlah setiap lukaku, hentakkan saja, ludahi saja, jangan beri celah sedikit pun untuk rasa perih yang terlepas.

Ketika kau terbangun dan matamu masih bergerak bias, semalam kau baru saja bermimpi. Mimpimu itu tentang dirimu yang bermimpi bahwa mimpimu untuk indah di mata orang lain hanya mimpi yang hanya bisa diimpikan, kemudian kalau pun diwujudkan, hanya bisa dalam mimpimu.

Suatu sore seorang pemuda yang masih perlu banyak belajar untuk membaca, menulis, kemudian memahami apa itu keindahan, ada dan sedang mengadakan jiwanya di sudut yang pasti menyendiri.

Dia seorang pemuda yang ingin dipandang indah oleh orang lain, ingin sedikit diberikan tepuk tangan oleh orang-orang sekitarnya. Sepanjang hidupnya masih saja sebuah perjalanan teriakan, celaan, tertawaan, tanpa pengakuan, tanpa seorang pun yang mau berdiri menyebutkan namanya.

Sepanjang hidpnya memang hanya hal yang masih biasa. Makannya juga biasa, nasi dan lauk biasa. Minumnya air putih, masih biasa kan? Pakaiannya jeans dan kaos oblong, biasa.......

Tingkah lakunya masih biasa, hidup biasa, mengerjakan pekerjaan yang biasa, mengisi waktu luangnya dengan hal yang biasa, lalu kenapa kalian menertawakannya? Kenapa kalian tidak bertepuk tangan saja untukku? Untuk aku yang sudah berhasil membuat kalian tertawa puas, mengomentari setiap lekuk tubuh lemahku, nasib yang belum sepihak dengan harapanku, kehidupan yang tak seluarbiasa dengan kehidupanmu.

Aku selalu bisa membuatmu terpental-pental karena merasa geli terbahak-bahak. Hari-harimu selalu saja indah karena aku mengisinya sebagai bahan baku candaanmu.
Kenapa tidak memberiku penghargaan sedikit pun? Sedikit saja, setidaknya kau menyebut namaku dengan lengkap. Padahal setiap detikmu aku membuatnya berwarna dengan wajahku yang entah mengapa kau selalu tertawakan. Saat itu yang aku tahu hanyalah mungkin aku pembawa kebahagiaan, dan penerima semua kesedihan. Aku menampungnya, hanya karena aku masih berharap kau menyebutkan namaku dengan lengkap, dan memanggilku "kawan".

Baiklah, saya jadi bahan tertawaan Anda, tidak ada saya, tidak ada yang Anda cela, terus tidak ada yang bisa Anda aniaya, maka kehadiran saya hanya pelengkap bagi Anda, tidak ada apa-apanya, maka izinkan saya mengatakan "Saya Jenuh, I have no privacy. Saya mau menertawai wajah saya dulu, supaya saya bisa tahu berapa kadar keindahan dalam diri saya sehingga kau begitu menertawaknnya.

Jumat, 17 Desember 2010

.......................................

Baru saja saya membaca blog teman yang belum bisa menulis tentang senyum ibu, akhirnya hanYA menulis tentang ibunya yang seorang penjahit. Saya jadi ingin menulis tentang ibu saya juga, tapi sangat sulit menentukan kombinasi abjad yang tepat untuk itu.

Kata ibu terlalu sakral bagi saya, butuh ilham mahadahsyat untuk berani menuliskannya. Tapi kali ini saya tidak mau gagal. Baiklah, ibu....kalau melihat tulisan ini, jangan tertawakan saya.

".........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................."

karena titik-titik ini lah yang akan saya isi kalau memang nanti saya bisa mendefinisikan mengurutkan,menjumlahkan, kemudian menyebutkan satu per satu pemberianmu.

Rabu, 15 Desember 2010

DEFINISI CINTA

Baiklah, kenapa cinta menjadi topik yang tidak pernah usang? Hampir setiap blog yang berbasis diari pasti memposting sesuatu, beberapa suatu, atau banyak suatu tentang cinta, termasuk saya.

Membingungkan memang, bila hal yang sifatnya abstrak harus didefiniskan. Cinta adalah anugerah, kata para pujangga. Cinta juga bisa membuat kita jadi pujangga dadakan. Cinta bisa bikin gila, melakukan hal-hal bodoh.

Cinta tak butuh definisi, tidak perlu wujud, tidak perlu aksi untuk menggambarkan. Hanya satu yang dibutuhkan cinta, HATI. Cinta bukan serumit mengatakan, beromantis ria, berkorban sedemikian rupa, tapi hanya sesederhana merasakan, menikmati dan memaknai perasaan itu. Maka, semua perbuatan kita atas nama cinta bukan pencapaian.

"Aku mencintaimu."
"Apa alasannya?"
"?????????????"

Mengapa cinta harus diberikan alasan?

"Aku mencintaimu karena aku suka caramu tidur, caramu makan, caramu pakai sepatu,caramu.....karena kau cantik...karena....."

Maka, bila semua "KARENA -KARENA" itu menghilang, apakah kau masih mencintainya?

"Aku mencintaimu, kau bisa melihatnya dengan semua pengorbanan yang aku lakukan, semua itu demi kau."

Kalau ada aksi atas dasar cinta itu bukan pembuktian, tapi hal yang secara otomatis dilakukan karena kita merasakan cinta, begitulah kekuatannya. Jika ingin membuktikan cinta seseorang, berarti kau gagal melihat cintanya, juga gagal membuatnya mencintai.

"Aku mencintaimu, aku tidak tahu kenapa?"

"Yang aku lakukan bukan sebuah kesadaran, apalagi rencana."

Itu baru cinta...

Betulkah itu baru cinta? Bagaimana bisa mendefiniskannya?

TMT

Maafin gue masih jadiin nama lo sebagai password akun social network gue. nama lo masih akrab di jari-jari gue kalo lagi ngetik, juga deket di pikiran gue kalo lagi mengkhayal.

Maafin gue juga, karena gue masih ngebenci kekecewaan yang lo wariskan ke gue. Tapi gue seneng bisa kecewa, karena dengan itu, gue bisa tahu kalo salah satu bahan dasar pemikiran gue di waktu-waktu tertentu adalah lo untuk ngebahas kenapa gue kecewa, untuk apa, dan dampak kedepannya?

Maafin gue, karena tatapan mata yang gak ramah lagi. Membenci ternyata cara yang nyaman buat gue untuk bisa memelihara ingatan tentang lo.

Maafin gue, karena gue masih pengen hidup, bukan tanpa lo lagi, tapi dengan lo di dunia lain.

Gue maafin lo yang gak tau kapan mau meminta maaf.

TOLONG, biarkan aku meminta MAAF atas ucapan TERIMA KASIHmu

Senin, 13 Desember 2010

ANU LAGI

Ngelanjutin postingan sebelumnya, waktu gue lagi mati rasa. Waktu itu hati gue sama sekali gak berekspresi. Statis, diam. Apakah statis dan diam itu gak dinamis? Kalau gak, berarti statis dan diam itu nol. Walaupun hati gue statis dan diam, tapi gue tetep sadar kalo waktu itu gue lagi MATI RASA. Tapi kalo bener statis dan diam itu dinamis, kenapa gak ada perkembangan sama sekali....?

MASIH PUSING.....

Sekarang gue udah sembuh dari MATI RASA. Gue juga sadar, kalo baru saja gue keluar dari penyakit itu. Keluar kandang singa, masuk kandang bapaknya singa. Bukannya jauh lebih nyakitin, tapi justru rada mendingan.

MULAI KELIHATAN KULITNYA

Ini fakta dari opini yang gue keluarin barusan. Sebenernya gue bersyukur ngidap penyakit ini, bad mood. Sekarang jauh lebih baik dari sebelumnya. Hal yang paling mendasar adalah gue bisa ngerasain sesuatu, paling enggak, hati gue sedikit beraktivitas, ya...meskipun itu harus ngerasain hal yang gak nyaman. Daripada gak ngerasain apa - apa....

ISINYA NONGOL

Akhirnya gue sampai juga di main venue. Esensi kerja hati mulai tergambar dengan jelas. Bad mood emang lebih baik dari mati rasa. Gue bisa belajar banyak hal dari satu objek ini. Hal-hal apa aja yang bisa ngebuat lo gak nyaman, sehingga terdefinisikanlah bahwa saat itu lo lagi bad mood. Mengkaji bad mood gak hanya nopang dagu, ngeluh sana sini, kemudian nyari suasana baru. Gak perlu langsung beranjak dari bad mood itu, nikmatin aja dulu. Toh, bad mood gak setiap detik datangnya. Menikmati bad mood kayak nikmatin kopi pahit, pahit tapi gurih,gurih karena hati kita sudah mulai bekerja untuk menangkap rasa. Kalau setiap saat pengen good mood, better mood, atau best mood, gak seru, bad mood nya bakal gak kepake dong.

COBA "ANU"

Cobalah untuk menghargai perasaan bad mood. Karena dari bad mood kita bisa belajar bahwa gak sepenuhnya hidup kita itu nyaman, dan betapa harganya kenyamanan itu, lebih dari yang lebih-lebih.

ANU....

ANU.... Gue cuma mau bilang anu, untuk lo yang gak bisa meraba hati, untuk lo yang masih membenci bad mood, untuk lo yang masih dikurung mati rasa, untuk lo yang selalu mengejar yang enak-enak aja, untuk lo yang di otaknya cuma satu pencapaian, yang penting nyaman.

ANU LAGI...

Anu lagi, gue akhirnya bisa bilang anu lagi untuk lo yang masih belum mengerti apa itu anu, bagaimana itu anu, dan kenapa anu menjadi kata ganti untuk sesuatu yang masih ambigu, tidak diketahui, terlupakan. Anu lagi untuk lo yang gak bisa menghargai suasana, situasi, kerja keras waktu, juga kerja keras hati lo.

Anu lagi...

Untuk kita yang serba tidak tahu, selalu mengeluh dengan keadaan, anu melulu untuk kita yang mungkin belum bisa menikmati hidup, karena di otak kita hanya tersimpan satu kata, anu....

Dan, anu ngebuat kita bingung, karena anu jadi persepsi sesuatu yang gak penting, gak mesti ada, padahal harus ada, dan lo butuh keberadaannya.

ANU

Hari ini gini, besok ngapain lagi? Kalaupun ada rencana, tetep aja gak menarik.
Akhir-akhir ini emang berasa gak ada yang menarik dalam kehidupan gue. Flat....

Improvisasi sedikit, ataupun banyak tetep aja gak ngaruh. Nulis untuk sekedar update blog aja jadi asal-asalan. Dulu, gue semangat banget nulis. Sekarang berasa biasa aja. Diksi bukan lagi pertimbangan.

Setelah makan, kenyang, entar lapar lagi. Gue ikutin siklus aja, ngejalanin peran yang udah dikasi sama Sang Sutradara tunggal. Semua percobaan gue kayak udah diatur gitu aja, gak luwes lagi. Bebas sih, bebas, bahkan gue udah kelewat bebas, tapi tetep aja kayak dipingit. Dipingit takdir, dipingit apalah, gak tau juga.

Mungkin butuh rehat sejenak untuk menjernihkan pikiran. Tapi, semasa rehat, gue ngapain ya....? Khawatair bakalan dipingit lagi sama ketidaktahuan gue mau ngapain, kali ini lebih tepatnya, gue dipingit sama satu, kejam banget dia, MATI RASA

Minggu, 05 Desember 2010

"CRY" AS OUR IDENTITY

Aku manusia, maka aku menangis. Bila kau membenci kesedihan, maka dengan sendirinya kau telah membenci dirimu sendiri, membenci penciptaMu, membenci kehidupanmu.

Banyak manusia yang sangat bereuforia saat kebahagiaan datang menghampirinya. Mungkin itu sebuah pencapaian, tujuan, atau justru kebutuhan pokok. Adakah di antara kita yang menjadikan kesedihan sebagai tujuan, kebutuhan, atau justru kesedihan itu sebuah pencapaian kita?

Mengapa menolak kehadirannya? Kesedihan bukan sebuah kesalahan, juga bukan musuh yang spontan kita membencinya. Mengapa kedatangannya selalu membuatmu lemas tak berdaya, bukankah tamu harus disambut dengan senyuman? Meskipun harus berair mata.

Mengapa kesedihan perlu diperhatikan, mengapa kita bisa saja bersyukur dengan kehadirannya?

Kesedihan bukan semata-mata perasaan yang membuat kita menangis darah, seperti terhempas dari kehidupan nyata, kemudian terkurung pasrah dalam ruang kecil tanpa udara, tanpa apa-apa, hanya kau dan air matamu.

Pernahkah kau berpikir? Kesedihan itu bisa saja menjadi energi bagimu untuk melanjutkan hidup, menata semua kekeliruan rasamu tentang kehidupan, juga meneruskan obsesimu menjadi sebuah pencapaian.

Kesedihan sebuah penolong ketika kau terlarut dengan hiruk pikuk kebahagiaanmu, menjadi pengingat ketika kau lupa bahwa kau punya air mata. Kesedihan membuatmu kuat karena setelahnya kau akan berhati-hati melangkah.

Maka, nikmatilah kesedihanmu selagi kau masih diberi kesempatan untuk bersedih. Kenikmatan bersedih bukannya terus-menerus menepikan diri di sisi senyapnya malam, mendengarkan lagu-lagu melow, merokok, begadang berhari-hari, tanpa melakukan apa-apa. Menikmati kesedihan adalah berbahagia akan kedatangannya karena baru saja kau diberi segenggam kesempatan besar untuk belajar tentang keabstrakan rasa, kemajemukan karakter, kekejaman kenyataan, dan kebijakan pilihan. Seusainya, kau akhirnya mampu bersyukur karena baru saja melengkapkan identitasmu sebagai seorang manusia yang memang layak untuk bersedih.

A:"Kenapa nangis? Dasar cengeng."
B : 'Bukannya cengeng, cuma memanfaatkan fasilitas air mata dari Tuhan, itu tanda kesyukuran."

Ditulis di warnet ketika hati lelah berbahagia.

Makassar, 5 Desember 2010

Chat Room Bloofers