Kamis, 19 Juli 2012

THE LAW OF CREATION


“Hukum Kreasi” menyatakan bahwa semua kreasi manusia berawal dari dua proses, mental dan fisik

Lanjut ia menyatakan bahwa kreasi mental yang akan memulai kreasi fisik, semua terencana.

Maaf, aku mengagumi teori itu, dan aku mengakui kebenarannya, namun sialnya, aku benci merencanakanmu
Dini hari, ketika beberapa orang tertidur pulas, dan semua orang dalam rumahku pun begitu kecuali aku.

Sekian lamanya aku mengagumi teori ini untuk bertemu pada titik temu kau membuatku menghianatinya

Akan kuurai. Jika esok aku akan bangun, minum kopi dan membaca tulisan ini, sebenarnya sekarang aku tengah melakukannya, dan sebelumnya aku membayangkannya, aku merencanakannya.

Namun ada satu yang kau tak mampu membuatku menghianatinya, Tuhan merencanakan pertemuan kita. Eh, bukan pertemuan kita, momentum di mana pandanganku menangkapmu ketika kau tidak tahu aku tengah menatapmu, bahkan mungkin tak peduli aku memperhatikanmu, meski pada saat itu, kau di seberang jalan dan begitu banyak tubuh yang berlalu lalang. Tapi, di antara tubuh-tubuh yang berkeliaran itu, ada celah, di mana udara sangat lapang, dan mataku terasa lapang pula, aku mengintipmu di celah orang – orang yang terus berlalu lalang.

Ya…itu rencana Tuhan, dan aku sama sekali tidak pernah merencanakannya, atau dalam hal ini “Hukum Kreasi” itu tidak bekerja. Tak ada kreasi mental sebelum kreasi fisik ku bekerja, menatapmu, lewat celah orang-orang yang berlalu lalang di hadapanku, di hadapanmu juga.
Saat itu aku tidak beranjak sama sekali, menikmati tatapanku yang tertuju padamu, meski kerap kali aku kesal, karena selalu ada orang yang menghalangi pandanganku, orang yang bergantian berlalu lalang.
Setelahnya, aku kembali berbahagia, ada celah di mana mataku menangkapmu, objek yang tertangkap indera penglihatanku.

Aku belum juga beranjak, sampai saat aku terlalu menikmatinya, tubuh orang-orang yang berlalu lalang itu hanya kulit transparan, dan aku jelas melihatmu dari sini. Kau pun tak beranjak.
Waktu itu aku menebak kau sedang menunggu. Aku menebak dengan sangat yakin, raut wajahmu, gerak kepalamu yang menoleh kanan kiri, sesekali menatap jam tangan, kemudian menoleh kiri dan kanan, kemudian melihat jam tangan lagi, dengan mimik risau. Aku benci menunggu, sebenarnya. Namun aku senang melihatmu menunggu. Aku benci kau risau menunggu, namun aku takut ada yang menjemputmu, dan kulit-kulit transparan tadi kembali menjadi tulang berbalut daging yang tebal.

Kemudian kau semakin risau, aneh, aku semakin girang. Kemudian gerak menoleh kiri dan kanan dan jam tangan menjadi sangat cepat peralihannya. Sayang, wajahmu sudah tertangkap dengan baik, seperti fokus kamera DSLR tercanggih. Saat ini, mataku adalah kamera canggih itu, dan aku fotografer yang sangat beruntung, lalu kau model yang tak sadar, mungkinkah kau beruntung sepertiku? Aku harap iya, saat itu.

Malam semakin larut, kau lelah, kemudian duduk di bangku taman yang tak berada di taman, di tepi jalan, kau semakin lelah, kau menunduk, tapi sayang, wajahmu sudah kutangkap, aku bahkan fasih menjelaskan detail wajahmu. Jika saat itu ada kuis dadakan yang meminta aku menjelaskan detail wajah seseorang yang baru pertama kali kulihat, akulah pemenangnya. Bentuk oval, kulit putih, rambut sebahu, hidung mancung, bibir tipis, tahi lalat di dagu kanan bawah, lesung pipi kecil, itu wajahmu. Itu secara detailnya. Jika pembawa acara kuis itu memintaku menjelaskanmu secara garis besar, aku hanya punya satu kata, cantik.

Malam kian larut, jalanan sepi, hanya dua tiga tubuh yang menghalangi pandanganku saat itu, kau seperti ingin menyerah, aku yang risau kali ini, risau kau betul-betul menyerah dan pergi.
Kali ini, jalanan sangat sepi, meninggalkan kita berdua, mungkinkah jalanan ini mengaplikasikan “Hukum Kreasi” tadi? Ia mengimajinasikan jalanan kosong dan hanya kita berdua di tepi jalan yang berbeda, kemudian waktu yang tepat, ia melakukan kreasi fisiknya. Oh, tidak, ini jelas kreasi Tuhan.

Malam kini betul-betul hening, dan aku masih belum beranjak, berdiri. Kau tidak sadar juga sedari tadi aku berdiri di sini. Apakah di pandanganmu ada tubuh yang menghalangi pandanganmu kepadaku? Ku rasa tidak.
Kemudian malam semakin hening, kau pergi, kau menyerah, yang kau tunggu tidak datang. Siapapun ia, aku kesal padanya karena telah membuatmu kesal menunggu tanpa hasil. Di saat yang bersamaan pula aku ingin berterima kasih padanya karena tidak datang, sehingga aku bisa menatapmu sampai selarut ini. Dia orang menyebalkan yang sangat baik, untukku.

Hei, aku sadar, baru saja sadar, kau pergi. Jika saat ini jalanan kembali ramai oleh tubuh-tubuh yang berlalu lalang, aku tak kesal, karena ia sama sekali tidak menghalangi pandanganku lagi, tak ada dirimu lagi. Namamu siapa? Kau sudah punya pacar, atau sudah menikah? Kau mau ke mana? Akan kuantarkan kau ke mana saja kau mau.

Pertanyaan-pertanyaa itu sudah tidak berguna lagi.
Saat ini, aku memikirkan pikiran penemu “Hukum Kreasi”. Kreasi manusia berasal dari dua proses, kreasi mental dan kreasi fisik, di mana kreasi fisik akan ada jika didahului kreasi mental.

Jika aku membuat kreasi mental untuk mendatangimu, menuju tepi jalan di mana kau sedang menunggu, mungkin saja kreasi fisikku akan bekerja, berjalan, menerobos celah orang-orang yang berlalu lalang, ke dekatmu, maka pertanyaan-pertanyaan tadi akan berguna, saat itu, bukan saat ini.
Camba, 11 Juli 2012

Selasa, 10 Juli 2012

ASAS KEHARUSAN DAN KEINGINAN


Dunia berubah,hanya aku dan dia, akankah aku mencintainya? Atau lebih tepatnya haruskah aku mencintainya? Atau nomina apakah tuntutan atau keinginan?

Tuhan tetap ada, peraturan berubah, aku harus menuruti keinginan, dan mengabaikan keharusan. Aku meninggalkannya, seorang diri, oh tidak, masih ada aku, hanya saja di belahan bumi lain. Dunia berubah, semuanya datar, tak ada gundukan, teksturnya pun samar, aku ingin bertahan, dan pada saat yang sama aku harus jenuh, tuntuan dan keinginan.

Kali ini aku telah sampai di belahan bumi lain, aku tak tahu dia tepatnya di mana, atau mungkin saja dia sudah mati. Aku lelah, penat menelusuri datar, hambar tanpa hambatan, jenuh tanpa kesemrawutan, gundukan, duduklah aku, atau lebih tepatnya melantai, tak ada gundukan.

Aku kemudian memikirkan, perkara ingin dan harus terlalu dini untuk dibedakan. Tuhan membuat peraturan untukku, untuknya juga. Aku harus menuruti keinginanku, dan mengabaikah apa yang harus dan semestinya. Jauh ku kembali pada akar, pada tempat sebelum aku memikirkan ini. Pastinya, hanya dia wanita di dunia ini, aku harus bertahan, jauh dalam hatiku tak sedikitpun terbersit untuk mencintainya, sementara asas keharusan menuntut, dialah satu-satunya, logika menyerang, aturan mengekang.

Satu jam, aku membuat kesimpulan tetap menaati aturan Tuhan, menuruti keinginan, dan aku tak ingin mencintainya, selesai.

Kemudian aku kembali berjalan, berjalan ke mana saja, di bumi datar ini tak perlu melibatkan arah, ketika sudah sampai di tepi dan tak ada lagi lantai, saatnyalah aku mati.

Aku lelah, kembali melantai, selama sejam memikirkan perkara keinginan dan keharusan, kemudian menarik sebuah kesimpulan, aku harus mencintainya, aku tak punya pilihan, dan aturan Tuhan hanyalah ujian, saatnya aku melewatinya. Aku kembali, mencarinya, namun saat ini, di bumi datar ini arah sama sekali tak terlibat, ke mana? Harus ke mana? Ingin ke mana?

Kugunakan sejam lagi memikirkan ini, perkara yang teramat pelik. Tuhan bilang aku harus menuruti keinginanku, dan dunia bilang aku harus mencintainya, aku bilang aku tidak ingin mencintainya, maka aku kembali di tengah.

Dari sini, segala sudut bisa dipandang, meski aku tak menemukan sudut, setidaknya titik-titik yang aku buat sendiri akan menjadi sudut, ketika mataku memicing, dan aku menyempitkan pandangan, ada sudut yang tak terjamah, di sanalah aku rehat memikirkan dan menarik kesimpulan.

"Aku ingin menjalani keharusan, aku tak memilih, maka aku ingin harus mencintainya"

Ini bukan keharusan, ini keinginan, ketika aku merasa ingin untuk harus mencintainya, mungkin saja dia salah satu takdirku.

Dunia berubah, Tuhan membuat peraturan baru. Adam mencintai Hawa bukan karena Hawa lah satu-satunya wanita di dunia kala itu, jika saja Tuhan menciptakan wanita lain selain Hawa, mungkin saja aku, dia, dan manusia sebelum dunia ini berubah tak akan pernah ada.

Aku kembali, ia tak ada, Tuhan bilang ia sudah mati. Oh, aku seorang diri, tidak, aku kehilangan dia. Tuhan bilang usiaku 50.000 tahun lagi. Lantas aku bilang pada Tuhan, "Jika kau berencana menciptakan wanita satu lagi, ciptakanlah dia, karena saat ini aku sangat ingin mencintainya."

Chat Room Bloofers