Kamis, 03 April 2014

DOA PEPOHONAN NIPAH



*Foto oleh Sofyan Syamsul*

Selamat beribadah duhai pohon-pohon nipah
Kau menyembah begitu tekun sepagi, sesiang, sesore, sesenja, semalam suntuk
Aku memberanikan diri naik perahu menyeberangi sungai malu-malu
Salam jumpa

Sungai Pute yang menghidupimu serupa sirkuit
Namun perahu-perahu tak pernah balapan
Tak ada kebut, bahkan saat air pasang
Mungkin ia sengaja agar kita bisa berpapasan, bertatapan
Atau bisa saja kita ditarkdirkan menjalin jala di jalan
Menjerat masing-masing mata kita

Atau mungkin mata kita sebenarnya mati
Tak mampu lagi saling menatap
Diasuh udara, tempat semua pertemuan menetap
Sedang udara di sini aman
Sungguh pertemuan kita nyaman

Saat air surut, perahu seperti siput yang belajar berenang
Dipikirnya sungai itu kubangan
Namun kau masih saja setia
Menjaga rumah-rumah penduduk
Dari santapan air yang seketika membawa petaka

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Jika manusia yang berkunjung tak mampu menemani
Tunaikanlah sesembahanmu
Dengungkan ke telinga Telaga Bidadari
Dan para bidadari telaga itu akan menari
Melentikkan jemarinya ke kanan ke kiri

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Kawanan kera juga tengah berdoa
Masing-masing berhenti di ranting tua
Mendoakan agar ranting itu tak patah
Dan langit yang merasa paling lapang itu
Cemburu pada pohon-pohon lain di pundak gua

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Katakanlah pada langit setinggi-tingginya
Ia akan menyambutmu dari puncak ubun-ubunnya
Lalu teruskan doamu hingga langit tak mampu lagi mendaki
Sebab Tuhan berada di kasta tertinggi

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Sebarkanlah pada air sedalam-dalamnya
Lumpur akan menghalangimu di sana
Tapi, teruskan saja doamu
Jadilah dasar terdalam
Sebab lumpur bukan plastik
Ia lembut dan akan kalah
Dan Tuhan penyelam handal
Sedalam apapun doamu karam

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Belibis muda tak goyah oleh angin dewasa
Angin purba masih lebih perkasa
Meski di kepala manusia
Semua telah binasa
Berdoalah untuknya

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Bebatuan kapur yang menancap
Kuanggap sebagai bunga-bunga di sekitaran jalan
Bukan polisi tidur yang bermaksud menghentikan sejenak
Lalu ditinggalkan begitu cepat
Disisakan deru nafas knalpot kendaraan

Tuhan menanam bebatuan kapur itu
Lalu dunia meletakkannya di peta
Sayangnya tuan rumah tak peduli
Sebagian berubah menjadi atom semen
Demi rumah si tuan serakah

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Di sekelilingmu ada keluarga gua
Saling terhubung, saling terpisah
Gua-gua purba itu memang ramah
Taat membuka mulutnya
Untuk didatangi-ditinggalkan kelelawar setiap harinya
Ia menganga semula hidupnya
Akan terus menganga selepas nyawanya
Berdoalah untuknya

Dan kelelawar juga paham
Ia menjatuhkan kehidupan di sana
Rakyat kerajaan menggantungkan nyawanya di tebing curam
dan menggantungkan hidupnya pada karung kotoran sang tikus terbang

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Serukan permohonanmu mengantarku ke tujuan
juga perahu-perahu yang setia kutunggangi
dan air Sungai Pute yang tabah kulandasi

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Aku juga tengah berdoa
Sesampaiku di dermaga terakhir
Akan kusampaikan pada penduduk di sana
Dusun Rammang-Rammang sebenarnya istana
Berlindung dari tangan-tangan penjamah
yang hendak mencabut stalagtit dan stalagmit
Membawanya pulang ke rumah

Juga kau adalah penjaga
Bagi istana Rammang-Rammang
Dari serangan tangan-tangan penjamah
Hendak menjabat telapak tangan yang menempel di dinding gua

Pasti kau adalah penjaga
Bagi istana Rammang-Rammang
Sisa dunia purba
Yang hanya dikenal lewat sejarah
Terus dikenang oleh teori ilmiah
Lalu dihilangkan dari peta
Tidak banyak yang tahu
Kau penjaga istana

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Jangan hiraukan penguasa
Mata mereka dibatasi gedung-gedung mewah
Jendela mereka hanya mengarah ke jalan raya
Mereka sudah lupa
Kota yang dibesarkan seperti buah tangan pesulap itu
adalah bulir air mata bebatuan kapur
yang setia kaujaga sepanjang doa

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Sungguh aku merasa aman kautemani hingga pintu istana
Semalam saja aku di rumah raja
Esok saat hujan reda
Tetaplah berjaga juga berdoa
dan antarkan aku menuju dermaga
Tempat kita memalingkan mata
Namun ingatlah
Bukankah mata kita telah menetap di udara?
Aku menghirupnya setiap kelana

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Jika ada pelancong yang bertanya
Katakanlah, ini Indonesia
Bukan Vietnam atau China
Jangan lupa
Berdoalah juga untuk mereka

(2013)



Elegi Lupa



Kadang aku membayangkan
kenangan mendadak lupa,
hingga tak ada yang perih saat membuka
atau terlampau girang kala mengulang.

Tetapi setiap orang punya ingatan
dan ingatan tak pernah lupa.

Lalu aku membayangkan
ingatan tiba-tiba lupa,
agar kemarin dan waktu sebelumnya
ikut dikubur masa.

Tetapi setiap orang punya perasaan
dan perasaan sanggup menjangkau apa saja

Lalu aku membayangkan
perasaan seketika lupa
dan hati bukan lagi timbangan sempurna.

Tetapi setiap orang punya engkau
yang selalu hadir di setiap langkah dan jeda.

Lalu aku membayangkan
kenangan, ingatan, dan perasaanku tak punya engkau.
Tetapi aku punya waktu

Terus kubayangkan tak punya waktu.
Lalu aku mati.

Untuk siapa saja yan telah berbuat baik bagi bangsa dan negara. Besar-keclinya upaya, mereka telah mengubah keluh menjadi peluh yang berharga.

Makassar, 2013



Chat Room Bloofers