Senin, 20 Oktober 2014

Mendengarkan Fix You



Saat semua orang bergegas mengejar waktu, aku memilih berjalan saja
Sebab waktu tidak secepat yang kita kira
Sebab waktu tidak pernah tergesa-gesa
Kita yang panik, takut, gelisah, seolah waktu akan meninggalkan kita
Kita yang udik, ciut, resah, seolah waktu segera mendatangkan kematian di halaman jantung kita

Kakiku telah menapaki berbagai jalan
Tubuhku sudah sampai di berbagai tujuan
Aku sudah cukup banyak kehilangan
Aku pun sudah sangat sering hilang

Kata-kata bergerak
Tak peduli terhadap tinta
Tak acuh kepada penulisnya
Ia melampaui pikiran-pikiran dan waktu yang tak pernah menambah kecepatannya

Langit tak sebijaksana udara
Sebut saja ia tinggi, menjulang, perkasa
Namun udara, tak perlu kaulihat, tak perlu kausentuh, cukup hirup maka kau akan hidup

Di pembaringan udara
Aku rebah menatap angkasa
Lalu tengkurap menutup bumi
Kulihat rumpun daun keladi menampung sisa-sisa hujan
Saat itu aku belajar dari daun keladi
Ia selalu tabah
Tak akan dibiarkannya air mata jatuh sia-sia

2014

Selasa, 24 Juni 2014

MARKISA DAN BAMBU PENYANGGA

Kau markisa, aku bambu penyangga di kebun kecil milik tuan rumah
Batangmu merambat di sekujur tubuh tegarku
Daunmu rebah di dada cembungku
Kulitku akrab denganmu
Di setiap bentangan dan pendirianku, menggantung buah-buah mungilmu
Kita hidup bertetangga dengan kawanan pohon pisang, keladi, mangga, dan jambu

Beruntunglah aku menua
Saat seusia rebung, tuanku melancong meninggalkan rumah
Saat dewasa, tuan pulang dan menebangku
Saat itu,kukira aku sudah mati
Nyatanya aku batang bambu yang tak lagi bisa tumbuh
Dibelah, dibilah, lalu ditancapkan oleh tuan
untuk menyanggamu, rela dijalari olehmu

Di suatu pagi aku menjumpaimu mati
Batangmu menguning
Daunmu mengering
Buahmu tinggal sebiji

Kau gersang di musim penghujan
Aku tetap berdiri dan membentang
Menunggu batangmu kembali tumbuh dan merambati tubuhku
Menunggu daunmu kembali tumbuh merebahi dadaku
Menunggumu kembali berbuah dan bergantung kepadaku
Namun kau benar-benar tiada
Jadilah aku sebatang bambu tua
Menunggu waktu dihabiskan serangga
Sementara itu, aku hanya mampu menyangga udara

Camba, 31 Maret 2014

Fadhli Amir (@Botsun)

Kamis, 03 April 2014

DOA PEPOHONAN NIPAH



*Foto oleh Sofyan Syamsul*

Selamat beribadah duhai pohon-pohon nipah
Kau menyembah begitu tekun sepagi, sesiang, sesore, sesenja, semalam suntuk
Aku memberanikan diri naik perahu menyeberangi sungai malu-malu
Salam jumpa

Sungai Pute yang menghidupimu serupa sirkuit
Namun perahu-perahu tak pernah balapan
Tak ada kebut, bahkan saat air pasang
Mungkin ia sengaja agar kita bisa berpapasan, bertatapan
Atau bisa saja kita ditarkdirkan menjalin jala di jalan
Menjerat masing-masing mata kita

Atau mungkin mata kita sebenarnya mati
Tak mampu lagi saling menatap
Diasuh udara, tempat semua pertemuan menetap
Sedang udara di sini aman
Sungguh pertemuan kita nyaman

Saat air surut, perahu seperti siput yang belajar berenang
Dipikirnya sungai itu kubangan
Namun kau masih saja setia
Menjaga rumah-rumah penduduk
Dari santapan air yang seketika membawa petaka

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Jika manusia yang berkunjung tak mampu menemani
Tunaikanlah sesembahanmu
Dengungkan ke telinga Telaga Bidadari
Dan para bidadari telaga itu akan menari
Melentikkan jemarinya ke kanan ke kiri

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Kawanan kera juga tengah berdoa
Masing-masing berhenti di ranting tua
Mendoakan agar ranting itu tak patah
Dan langit yang merasa paling lapang itu
Cemburu pada pohon-pohon lain di pundak gua

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Katakanlah pada langit setinggi-tingginya
Ia akan menyambutmu dari puncak ubun-ubunnya
Lalu teruskan doamu hingga langit tak mampu lagi mendaki
Sebab Tuhan berada di kasta tertinggi

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Sebarkanlah pada air sedalam-dalamnya
Lumpur akan menghalangimu di sana
Tapi, teruskan saja doamu
Jadilah dasar terdalam
Sebab lumpur bukan plastik
Ia lembut dan akan kalah
Dan Tuhan penyelam handal
Sedalam apapun doamu karam

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Belibis muda tak goyah oleh angin dewasa
Angin purba masih lebih perkasa
Meski di kepala manusia
Semua telah binasa
Berdoalah untuknya

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Bebatuan kapur yang menancap
Kuanggap sebagai bunga-bunga di sekitaran jalan
Bukan polisi tidur yang bermaksud menghentikan sejenak
Lalu ditinggalkan begitu cepat
Disisakan deru nafas knalpot kendaraan

Tuhan menanam bebatuan kapur itu
Lalu dunia meletakkannya di peta
Sayangnya tuan rumah tak peduli
Sebagian berubah menjadi atom semen
Demi rumah si tuan serakah

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Di sekelilingmu ada keluarga gua
Saling terhubung, saling terpisah
Gua-gua purba itu memang ramah
Taat membuka mulutnya
Untuk didatangi-ditinggalkan kelelawar setiap harinya
Ia menganga semula hidupnya
Akan terus menganga selepas nyawanya
Berdoalah untuknya

Dan kelelawar juga paham
Ia menjatuhkan kehidupan di sana
Rakyat kerajaan menggantungkan nyawanya di tebing curam
dan menggantungkan hidupnya pada karung kotoran sang tikus terbang

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Serukan permohonanmu mengantarku ke tujuan
juga perahu-perahu yang setia kutunggangi
dan air Sungai Pute yang tabah kulandasi

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Aku juga tengah berdoa
Sesampaiku di dermaga terakhir
Akan kusampaikan pada penduduk di sana
Dusun Rammang-Rammang sebenarnya istana
Berlindung dari tangan-tangan penjamah
yang hendak mencabut stalagtit dan stalagmit
Membawanya pulang ke rumah

Juga kau adalah penjaga
Bagi istana Rammang-Rammang
Dari serangan tangan-tangan penjamah
Hendak menjabat telapak tangan yang menempel di dinding gua

Pasti kau adalah penjaga
Bagi istana Rammang-Rammang
Sisa dunia purba
Yang hanya dikenal lewat sejarah
Terus dikenang oleh teori ilmiah
Lalu dihilangkan dari peta
Tidak banyak yang tahu
Kau penjaga istana

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Jangan hiraukan penguasa
Mata mereka dibatasi gedung-gedung mewah
Jendela mereka hanya mengarah ke jalan raya
Mereka sudah lupa
Kota yang dibesarkan seperti buah tangan pesulap itu
adalah bulir air mata bebatuan kapur
yang setia kaujaga sepanjang doa

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Sungguh aku merasa aman kautemani hingga pintu istana
Semalam saja aku di rumah raja
Esok saat hujan reda
Tetaplah berjaga juga berdoa
dan antarkan aku menuju dermaga
Tempat kita memalingkan mata
Namun ingatlah
Bukankah mata kita telah menetap di udara?
Aku menghirupnya setiap kelana

Teruslah berdoa duhai pohon-pohon nipah
Jika ada pelancong yang bertanya
Katakanlah, ini Indonesia
Bukan Vietnam atau China
Jangan lupa
Berdoalah juga untuk mereka

(2013)



Elegi Lupa



Kadang aku membayangkan
kenangan mendadak lupa,
hingga tak ada yang perih saat membuka
atau terlampau girang kala mengulang.

Tetapi setiap orang punya ingatan
dan ingatan tak pernah lupa.

Lalu aku membayangkan
ingatan tiba-tiba lupa,
agar kemarin dan waktu sebelumnya
ikut dikubur masa.

Tetapi setiap orang punya perasaan
dan perasaan sanggup menjangkau apa saja

Lalu aku membayangkan
perasaan seketika lupa
dan hati bukan lagi timbangan sempurna.

Tetapi setiap orang punya engkau
yang selalu hadir di setiap langkah dan jeda.

Lalu aku membayangkan
kenangan, ingatan, dan perasaanku tak punya engkau.
Tetapi aku punya waktu

Terus kubayangkan tak punya waktu.
Lalu aku mati.

Untuk siapa saja yan telah berbuat baik bagi bangsa dan negara. Besar-keclinya upaya, mereka telah mengubah keluh menjadi peluh yang berharga.

Makassar, 2013



Sabtu, 22 Februari 2014

Ada Tabungan Di Belahan Dadamu

Entah berapa banyak,
tampaknya bra tak mampu lagi menampung
hingga mereka sedikit menampakkan wajahnya.
Katamu dengan begitu kau kelihatan kaya
dan lelaki yang menemukanmu akan segan membayar murah.
Untuk semalam yang menuntaskan birahi lama lalu melahirkan birahi baru.
Untuk sepanjang hidup yang memaksamu menabung malu
di kedalaman belahan dada.

Rabu, 19 Februari 2014

KATA CINTA

Di bibir sebuah meja perdebatan, tiga orang membahas cinta:

Orang pertama mengatakan cinta adalah kata benda.
Sebab ia diberi dan dibagi.
Orang kedua membantah. Katanya cinta itu kata kerja.
Sebab ia memberi dan membagi.
Orang ketiga berbeda. Baginya, cinta ialah kata sifat.
Sebab memberi dan diberi, juga membagi dan dibagi adalah tabiat cinta.

Perdebatan terus berlanjut dengan bukti.
Dari semua bukti yang ada di kepala tiga orang itu, hanya satu yang nyata:
Cinta berhenti hanya sebagai kata.

Rabu, 12 Februari 2014

Surat Singkat Menjelang Sore

Hai Eva. Benar adanya surat ini kutujukan kepadamu. Benar pula adanya surat ini kutulis untukmu. Jarak menyatukan beberapa jarak, waktu menyatukan beberapa waktu, tempat menyatukan beberapa tempat. Mungkin kita tidak sedang bersama, tetapi kita punya kesenangan yang sama kan? Meneguk cappuccino.

Hai Eva. Benar adanya surat ini kutujukan kepadamu. Benar pula adanya surat ini kutulis untukmu. Tidak banyak hal yang aku ketahui tentangmu, kecuali cerita-cerita atau apa saja yang kau benamkan di blog pribadimu. Aku meyakini satu hal, menulis surat tidak melulu untuk orang yang istimewa. Sebagai orang yang tidak spesial, kau adalah orang yang kuat bagi kata-kata yang aku tuliskan di surat ini. Mengapa kuat? Sederhana saja, Eva. Kebanyakan orang menulis tentang sesuatu yang menarik, seseorang yang penting, seseorang yang dicintainya. Tetapi kau, seorang yang bagi saya biasa-biasa saja tetapi mampu menjadi topik dan obyek utama surat ini. Lalu semakin sederhananya pula, kau mampu menarik perhatianku, mengulik dan mengulas banyak hal, meraih beberapa sudut pandang hingga aku berani menulis surat ini.

Hai Eva, benar adanya surat ini kutujukan kepadamu.Benar pula adanya surat ini kutulis untukmu. Juga benar adanya surat ini tak semanis wajahmu. Pun begitu, benar adanya surat ini cukup singkat. Dan, yang paling benar adanya bahwa surat ini adalah bentuk ketidaktahuanku terhadapmu, tidak seperti surat cinta kebanyakan. Yang tidak benar adanya adalah surat ini kutulis dengan tidak bersungguh-sungguh.

Tetaplah cemerlang hingga teguk terakhir.
Mari ngopi.

Salam,

Fadhli Amir
@Botsun

Senin, 10 Februari 2014

Sajak Pagi

Aku ingin bangun lebih awal
Sebab aku lelah meninggalkan pagi
Sesekali aku ingin dijemput atau menjemput matahari

Maka, di suatu pagi aku memaksa diri mengabaikan kantuk
Menuju balkon lalu duduk
Menyeruput kopi lalu membiarkan gelas sendirian

Sungguh menyenangkan menyaksikan matahari masih duduk
Lalu seorang ayah bersama anaknya menghampiri sampah dan membakarnya

Saat itu, nyala api tak secerah matahari pagi
Tetapi nyali hujan tak securah air mata

Makassar, Desember 2013
Fadhli Amir

Sabtu, 08 Februari 2014

Seorang Ika Mekar Di Salihara

Duhai Ika Fitriana, pertama kali membaca tulisanmu, seperti kau titisan Joko Pinurbo. Entahlah, itu penilaianku. Sebenarnya semua pribadi menarik, saya percaya itu. Tetapi di dalam pribadimu ada yang lebih dari sekadar menarik, mungkin bisa dikatakan menjerat. Saya sering menulis sesuatu, entah itu surat atau puisi untuk seseorang yang saya anggap berpengaruh untuk kehidupan saya, atau orang-orang yang punya keunikan dan daya tarik tersendiri. Beberapa di antaranya adalah orang-orang yang istimewa. Sulit menempatkanmu di posisi mana. Untuk pertama kalinya pun, saya kehilangan kata-kata manis menggambarkan seseorang, mungkin sudah dijarah semua olehmu.

Suatu saat, saya bertemu dengan sebuah puisi yang begitu lembut, singkat, padat, namun lengang. Puisi itu terasa sangat bergizi dan lapang dalam waktu yang bersamaan. Izinkan saya mengutip puisimu di sini:

Ada bunga mekar di Salihara

Sebuah bunga mekar di Salihara
Berlari-lari gembira
Binaran matanya
Mana bisa bahagia bersembunyi selamanya?

Ia, bunga yang kita kenal kemarin
Yang melayu di antara pekak telinga
Yang menyusut
Mengeriut
Tanpa nyali

Sebuah bunga mekar di Salihara
Dan kita tahu dari binaran matanya
Mana bisa bahagia tersembunyi selamanya?


Puisi ini membangunkan kesenangan menulis lagu yang sudah tidur bertahun-tahun. Terima kasih untuk itu, untuk puisi yang indah, lirik untuk laguku yang setiap kali menyanyikannya, aku merasa bangga.

Ada satu hal yang menarik di balik lahirnya puisi ini. Di Salihara, diskusi "Perempuan Pencipta Narasi" itu justru tidak menarik bagimu. Matamu yang menjelajah ke mana-mana justru melahirkan beberapa puisi pendek, salah satunya puisi yang begitu aku sayangi itu. Mohon izin menyanyangi puisimu. Tuhan, mohon izin menyayangi hambaMu Ika Fitriana ini.

Saya membicarakan banyak hal denganmu. Setelah membaca ini, kumohon padamu, bacalah puisi kesayanganku itu, dengarlah lagunya. Bila doaku dikabulkan, kata bunga di lagu dan puisi itu akan berubah lalu berbuah menjadi namamu.

Selamat datang di kehidupanku.
Bersemangatlah.

Kamis, 06 Februari 2014

Untuk Raisa Andriana (@raisa6690)

Kepada Yang Cukup
Raisa Andriana
Di
Mata dan Hatiku

Dari begitu besarnya kerumunan penggemar, sangat sulit bagiku terlihat menonjol, atau bahkan terlihat sebagai satu-satunya orang yang melihatmu bernyanyi dengan binaran mata yang berlari melampaui waktu. Sebab itulah, aku menulis surat ini.

Setelah itu, Raisa, percayalah tak banyak yang menjadi penggemarmu ketika kau masih orang biasa, namamu belum menggema. Aku salah satunya, mungkin satu-satunya, kuharap satu-satunya. Aku telah menjadi penggemarmu sebelum jutaan orang mengenalmu melalui beberapa video yang kau unggah di Youtube. Itulah takdir yang kusyukuri.

Aku tak memasang potretmu di dinding kamar, di desktop background. Aku juga baru sekali menyaksikan kau bernyanyi secara langsung, hanya duduk manis, memeluk lutut, tanpa teriakan histeris. Namun ketahuliah, aku mendengarkan lagu-lagumu sembari mengingatmu sebanyak waktu tak mampu menghitungnya.

Ada 3 bagian yang aku suka darimu:

1.Suara
Semua penggemarmu menyukainya. Aku tak berani mengatakan bahwa aku yang paling menyukainya. Sebab semua orang akan mengaku seperti itu. Cukuplah suaramu itu angin dan telingaku sehelai daun yang akan gugur. Terima kasih telah membumikanku.

2.Mata
Entah berapa orang yang menyukai matamu. Berapa binar yang merekah kala menatap matamu. Aku tak tahu berada di angka berapa untuk urusan itu. Tak seperti nelayan yang butuh jala dan umpan, cukuplah sepasang matamu terbuka entah menatap siapa, aku pasti terjerat dengan sukarela dan pasrah.

3.Aku
Menjadi aku adalah peran yang menyenangkan. Menjadi aku adalah menjalani hidup sebagai seseorang yang menyukaimu. Bukankah itu menyenangkan, Raisa? Andai aku bagian penting dalam hidupmu, dan aku senang berandai-andai.

Sebenarnya kekagumanku tidak cukup dengan surat ini. Aku ingin memberimu lebih, 085796702457 nomor teleponku. Teleponlah aku, bernyanyilah untukku. Oh iya, ketika semua cermin dan kamera di dunia ini rusak, punah selama-lamanya, datanglah padaku, tataplah mataku, lalu bersyukurlah betapa indah dirimu di salam sana.

Apa? Kau juga kagum kepadaku? Ingin beradu? Sekadar informasi, aku lahir dua hari sebelum kau dilahirkan. Itu artinya aku punya waktu 2 hari lebih banyak mengagumimu.

Bersemangatlah,


Fadhli Amir
@Botsun

Sabtu, 18 Januari 2014

Tiga Lagu Coldplay Untukmu

1. What If
Bagaimana jika kau kutemukan di mataku yang tiba-tiba buta?
Bagaimana jika kau kutemukan di kakiku yang mendadak lumpuh?
Bagaimana jika kau kutemukan di dadaku yang seketika sesak?

Jika mataku buta, aku akan meminjam mata waktu, dengan begitu aku mampu melihatmu kapan saja.
Jika kakiku lumpuh, aku akan meminjam kaki langit, agar kau karam bersama cemerlang senja.
Jika dadaku sesak, aku akan meminjam dada jalan. Sesibuk apapun manusia berhamburan, untukmu aku selalu lengang.

2. Swallowed in the Sea

Aku ingin menjadi laut. Sebab laut adalah muara segala sungai, juga air matamu.
Aku ingin menjadi laut. Sebab aku tak mampu berenang, dan kau selalu layak dikenang.
Aku ingin menjadi laut. Sebab matamu selalu air, dan hatiku melulu sehelai kain.
Lalu tiba-tiba aku ingin jadi ikan. Sebab matamu menjelma nelayan, dan aku ingin kaujadikan harapan.

3. Fix You
Dengarlah lagu ini. Nadanya adalah rumpun semua keluh peluhmu ketika menjajaki nyata. Jangan bertanya pada nyata, cukup hakimi dirimu sendiri yang menjadikan aku sebatas kenangan. Aku pun akan menghakimi diriku sendiri yang menjadikan dirimu seluas masa depan. Dengarlah lagu ini, lalu bacalah pesan ini:

Sungguh menyenangkan menyaksikan matahari masih duduk
Sementara engkau berlutut mencium tangan Tuhan.
Semoga kau ingat kalimat ini: “Jodoh di tangan Tuhan”.
Setiap kali mendengar kalimat itu didengungkan angin, juga bibirmu, juga semua dirimu, aku selalu berdoa,sudikah kiranya Tuhan membuka tangannya? Mungkin kau akan menemukanku di sana, lalu kau mencium tangan Tuhan begitu khidmat.

Selasa, 14 Januari 2014

Kekuatan Lengan Ibu

kata ayah siang terlalu tangguh
ia sangat terang
dan matahari tepat di atas kepalaku
memayungiku dari teduh
yang bersembunyi di langit ke tujuh

tapi siang tak setangguh lengan ibu
yang mampu membawaku ke mana-mana
tanpa sempat mengusap peluh
tanpa sempat mangucap keluh

kata ayah malam terlalu tangguh
ia sangat gelap
dan dingin berkumpul di sekujur tubuhku
memayungkiku dari hangat
yang bersembunyi di kaki jagat

tapi malam tak setangguh lengan ibu
yang mampu merangkul jiwa ragaku
tanpa sempat memeluk dirinya
tanpa sempat mengerutkan dahinya

kata ayah dunia terlalu luas
tapi dunia tak seluas lengan ibu
yang mampu menampung cinta
lalu merambatkannya ke dalam aku
Makassar, Oktober 2013


Chat Room Bloofers