Dear ,
My memory
Terkadang aku merasa hidup ketika memejamkan mata. Merespon setiap ikatan yang masuk berebutan dalam ruang memoriku. Seperti saat ini, di dalam kamar yang kusinggahi kala penat. Terhimpun beribu peluh dalam bentuk cerita-cerita. Dia bertutur seperti dongeng penyambut lelap. Merangkum semua ingatan memang mengasyikkan, walau itu menyalahi idealisme berbagi. Hal-hal absurd menjadi sebuah kelaziman nalar dan terpukau olehnya. Saat ini, jemari hanya mampu menyolok kedua bola mata agar terjaga dalam situasi terpejam. Mungkin hangat, sehangat tungku raksasa di tengah kutub. Kemudian, hari-hari baru menempatkanku juga dalam dunia baru, orang-orang baru, aktivitas baru, yang membuatku merasa jadi orang baru, bahkan lebih parahnya lagi terkesan asing, dan aku menikmati keasinganku. Suatu saat jika aku kembali membuka halaman-halaman lampau, maka aku merasa jadi orang tersisih, tanpa identitas, dan tanpa pribadi. Hanya raga yang berdiri di tengah lingkaran, jiwa entah berwisata ke mana.
Untuk ikatan-ikatan itu, aku harus meminta maaf karena merenggangkannya, karena aku merasa sesak, hingga ke lambung dan persendianku. Aku tak bisa bergerak, bahkan melangkah setapak di depanku. Ikatan-ikatan lama sudah usang, bukan dilahap masa, namun termamah oleh dinamisme pribadi. Sebuah perkembangan bukan bermaksud melupakan, hanya memberikan wadah lebih untuk visual baru.
Aku tidak perlu menanyakan apakah aku salah atau menyalahimu? Karena yang kujalani bukan sebuah kebenaran yang bertentangan dengan kesalahan, namun niat yang sudah kubangun jauh sebelum aku mengenalmu. Sekali lagi, aku tak di sampingmu, namun aku begitu fasih menyebut namamu, bukan menghafalmu, namun cukup memahamimu. Catatan-catatan ini untuk ikatan lama yang sementara kurenggangkan. Suatu saat aku akan kembali padamu meminta kau mengikatku seperti dulu.
Makassar, 9 Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar