Minggu, 25 Juli 2010

SHAREISM

Hidup untuk berbagi. Banyak yang menyalahi itu namun ternyata menjalani. Status makhlk sosial bukan isapan jempol semata. Sungguh kuasa Sang Designer utama. Sebelum menjadi penghuni dunia dan masih menumpang dalam rahim, manusia sudah merasakan hasil dari berbagi, ketika sang ibu membagikan nutrisi yang dia serap bukan untuk dirinya sendiri. Berlanjut ketika sudah hijrah ke wadah yang lebih luas dan megah, maka kewajiban untuk berbagi mulai diperhitungkan.
Saya pernah melihat sebuah iklan salah satu produk di TV. Ada dua orang balita yang sedang makan es krim, salah seorang balita tidak sengaja menjatuhkan eskrimnya, dan teman di sampingnya dengan ikhlas membagikan secuil eskrim miliknya untuk temannya itu. Terlihat sangat indah.

Berbagi dalam hal kebaikan, apapun itu menjadi pekerjaan yang menyenangkan, meskipun banyak yang menyalahi. Konsep individualitas tak akan pernah bisa diterapkan dalam ranah yang saling membutuhkan ini.
Sesendiri dan sesunyi apapun hidup kita, bahkan ketika dengan tegas, manusia menyatakan nikmat menjalaninya, berbagi menjadi pekerjaan yang tak bisa dielakkan. Mungkin Anda seorang yang lengkap, kaya fasilitas, memiliki segala yang dibutuhkan, tak akan pernah bisa menyalahi kodrati sosialisme. Ya, Sekecil apapun itu. Saat Anda mengupdate status di jejaring sosial saja, sebenarnya tanpa sadar Anda melakukan proses sharing. Meskipun tidak meminta orang lain membagi miliknya, atau menginginkan orang lain melakukan sesuatu, Anda telah membagikan keluh kesah Anda, apa yang Anda alami dan rasakan pada satu momen. Itulah esensi membagi. Informasi, dan hal-hal yang mungkin tidak perlu, namun Anda merasa perlu menyebarluaskannya.
Anda kembali menyangkal. Anda bilang kalau Anda tidak senang menyebarluaskan aktivitas dan perasaan Anda melalui jejaring sosial, blog, atau sekedar curhat, Anda lebih senang menulis diari. Itu tetap saja berbagi. Anda membagikan apa yang Anda miliki kepada kertas yang begitu setia menampung tinta demi tinta dari lisan hati Anda.

Ada banyak hal yang bisa dibagi, harus dibagi, semestinya dibagi, dan nikmat dibagi. Jika buku diari rela membagikan tempat kosong untuk cerita Anda, mengapa tidak berbagi itu menjadi indah untuk Anda kepada orang-orang yang memang layak untuk dibagi, agar mereka bisa merasakan juga nikmat Tuhan yang belum sempat mereka rasakan hanya karena kehendak nasib.
Seperti yang saya lakukan saat ini, saya sedang membagi. Membagi apa yang saya tulis kepada Anda yang telah, tengah, atau akan berbagi.
Makassar, 25 Juli 2010

Tidak ada komentar:

Chat Room Bloofers