Sabtu, 17 Juli 2010

SURAT YANG TERBENAM

Surat yang terbenam, kunamakan ia
Ku tulis ini ketika menjelang senja,
Suara kepulangan matahari kucerna baik-baik

Surat ini kutujukan untuk matahari yang nyaris terbenam
Karena aku tahu, kau sangat menyukai matahari terbenam

Setengah gelas susu cokelatku masih bertahan menunggu tuannya akan menghabisi nyawanya
Tibalah aku di gerbang rumahku, tempat tinggal yang sudah lama aku tinggalkan
Ternyata, kepergianku merobohkan semua kenangan tentangnya

Lentik jarimu hanya mimpiku, mungkin saja mimpi buruk, karena aku tak mampu meraihnya
Bisa saja rona wajah itu menjadi haram untuk kulahap dengan mataku,
Tersisa banyak dan tak ku ketahui jumlahnya
Ya…. Tulang-tulang kering yang sudah ditinggalkan gumpal daging
Menunggu anjing-anjing liar siap melahapnya

Aku kering kerontang, jauh lebih tandus dari Gurun Sahara
Aku tahu kau tak peduli
Mana mungkin kau sudi menjadi oase untukku
Orang gila pun segan mengharapkan itu

Sayang, maaf, aku memanggilmu sayang
Sebuah sapaan yang pasti tak kau kehendaki
Aku tak lagi merindukanmu
Tak seperti dulu ketika candu bersua begitu membabibuta
Bukannya tak menyayangimu, tapi lebih merelakanmu hanya menjadi harapan untukku
Bukankah gila merindukan seseorang yang bisa kujumpai?
Aku menjumpaimu sayang, di setiap detik-detik khayal
Aku bahkan membelai rambutmu di ujung lelapku
Hei…sayang, aku menikahimu tanpa saksi, tanpa penghulu
Makanya aku tak berani menyetubuhimu
Sayang, aku menempatkanmu dalam setiap imajinasiku

Aku tak peduli cercaan sang idealis dan realis yang menentang surrialis
Aku hanya peduli dengan semua mimpi yang kubangun
Karena menjumpaimu sebagai istriku di ruang khayal bukan pekerjaan mudah
Aku harus mengalahkan malu terlebih dahulu

Sayang, maaf, kata itu sudah membuatku jatuh cinta
Aku menulis semua kata ini dengan jujur, tanpa ritme yang kau akan tagih

Di bawah pikiran tentang hidupku sendiri
Aku menyiapkan meja dan dua buah kursi
Di atas meja itu kuhidangkan semua kepedihan yang masih aku bingkai
Ada air dari darah dan peluh yang masih setia
Dan kau pun menghidangkan kekecewaan dan kebencian dengan keji
Aku melahapnya dengan penuh semangat
Karena aku berharap kau akan tersenyum padaku, meski dengan rupa sinis

Aku ingin bahkan sangat ingin menjadi sejarah untukmu
Karena masih ada sebua asa bodoh kusimpan rapi dalam dadaku
Katakan ini pada anak-anakmu kelak
“Nak, dia adalah orang yang jauh lebih pantas menjadi ayahmu”

Hahahahaha…..
Aku tertawa, tentu tidak menangis, untuk apa?
Untuk kau?
Bisa saja, tapi lebih baik aku menangis untuk diriku sendiri
Karena aku melupakan satu hal, bahwa aku ternyata memiliki tetes air mata

Apakah semua perasaan yang begitu lantang, begitu bodoh, begitu lembut, begitu beragam
Orang menyebutnya cinta…..
Aku ? aku tidak peduli

Ku panggil kau sayang dengan tulus, bukan berharap, dan bukan terpaksa
Kau masih kekasihku, meskipun hanya dalam mimpiku
Kau akan tetap menjadi kekasihku meskipun aku tak akan bisa tertidur dan tak bisa lagi bermimpi

Kau masih kekasihku, sekarang, bukan untuk selamanya
Kau masih kekasihku sampai hati ini lebur menjadi tanah

CAMBA, 30 JUNI 2010

Tidak ada komentar:

Chat Room Bloofers